1. Kesimpulan
(a)
Program Penanggulangan Kemiskinan
diperkataan (P2KP) dilaksanakan dalam rangka menciptakan kondisi agar
masyarakat mampu menanggulangi kemiskinan mereka secara mandiri dan
berkelanjutan, melalui upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat tersebut dilaksanakan dengan strategi:
o
Mendorong tumbuh berkembangnya
partisipasi masyarakat dan transparansi
o
Meningkatkan kemampuan kelembagaan
dan organisasi yang berakar dimasyarakat
o
Menjalin sinergi penanggulangan
kemiskinan sebagai gerakan masyarakat melalui kemitraan antar pelaku
pembangunan
o
Mendorong tumbuhnya kepedulian
berbagai pihak sebagai upaya pengendalian sosial terhadap keberhasilan program
penanggulangan kemiskinan
(b)
Para pelaku yang terlibat dalam
pelaksanaan P2KP adalah : (a) Tim Pengarah dan Tim Teknis Pusat, (b) PMU/Pimpro
P2KP, (c) Konsultan Manajemen Pusat (KMP), (d) Konsultan Manajemen Wilayah
(KMW), (e) Tim Fasilitator, (f) Kader Masyarakat, (g) Penanggung Jawab
Operational Kecamatan (PJOK), (h) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), (i)
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Lingkup
penugasan dan pekerjaan KMP adalah melaksanakan sebagian tugas-tugas PMU pada
pelaksanaan P2KP. Oleh karena itu KMP bertanggung jawab pada PMU, dan
berkewajiban melakukan perencanaan, koordinasi, supervisi dan monitoring
terhadap tugas yang dilaksanakan oleh seluruh KMW sehingga kualitas kinerjanya
terjamin.
(c)
Dalam kaitannya dengan strategi
pelaksanaan P2KP perlu dibedakan antara pengertian strategi pelaksanaan P2KP
tahap-II dengan strategi operational konsultan manajemen dalam pelaksanaan P2KP
tahap-II.
Strategi
pelaksanaan P2KP tahap-II merupakan rumusan konsep dari hasil
pemikiran/penyempurnaan atas hasil-hasil yang telah diperoleh dari pembelajaran
implementasi tahap-I yang dirangkum dalam Pedoman Umum dan Pedoman Teknis P2KP
tahap-II. Sedangkan strategi operasional konsultan manajemen dalam pelaksanaan
P2KP Tahap-II, merupakan hasil pengembangan pemikiran terhadap strategi
pelaksanaan tahap-II, dikaitkan dengan lingkup penugasan konsultan manajemen
yang diuraikan dalam kerangka Acuan Kerja (TOR)
(d)
Rencana kegiatan menyeluruh KMP dan
KMW disusun berdasarkan pada lingkup penugasan yang diberikan melalui kerangka
acuan kerja (TOR) spesifik untuk P2KP tahap-II. Rencana kegiatan menyeluruh
yang mengkorelasikan antara komponen kegiatan berdasarkan fungsi-fungsi
manajemen dalam implementasi proyek dengan tahapan proses berdasarkan
langkah-langkah dalam siklus proyek merupakan suatu jadwal utama (Maseter
Schedule) untuk seluruh proses implementasi P2KP.
(e)
Dukungan manajemen proyek kepada PMU
meliputi beberapa kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen yang dibutuhkan untuk mendukung tugas pokok PMU dalam pengelolaan
implementasi P2KP. Kegiatan perencanaan berlangsung selama 6 bulan pertama
mobilisasi KMP dalam upaya merumuskan dan mengembangkan grand strategi serta
mengkonsolidasikan rencana tahunan dan rencana tindak 6 bulanan kegiatan
perencanaan difokuskan pada penyiapan rencana tindak 3 bulanan dan melakukan
kaji ulang (review) pada periode 3 bulan berikutnya.
(f)
Fungsi pengorganisasian meliputi
kegiatan-kegiatan pelatihan, penguatan kelembagaan pelaku ditingkat pusat dan
pelaporan pengelolaan keuangan dana pinjaman.
o
Kegiatan pelatihan ditunjukan untuk
merumuskan strategi pelatihan, membangun dan mengkoordinasikan tim pelatih KMW
serta mempersiapkan proses pelatihan yang akan diorganisir oleh KMW.
o
Kegiatan penguatan kelembagaan
pelaku di tingkat pusat meliputi penyediaan informasi strategis, seminar dan
rapat-rapat kerja teknis, pengorganisasian pertemuan-pertemuan periodik
stakeholder dan melakukan peminjaman/kunjungan lapangan.
o
Kegiatan pelaporan pengelolaan
keuangan dana pinjaman diprogramkan setelah penyerahan seluruh data dan
informasi oleh KMP Tahap I, dan dilanjutkan sampai berakhirnya periode
penugasan KMP tahap II, dengan basis pelaporan bulanan.
(g)
Pengendalian pelaksanaan P2KP
meliputi 5(lima) kegiatan utama yang terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen yang dibutuhkan untuk mendukung tugas-tugas pokok PMU dalam
pengelolaan implementasi P2KP, sebagai berikut:
1.
Pemantauan/Monitoring
Kegiatan
pemantauan/monitoring dimulai dengan mendeskripsikan indicator-indikator kunci
dan penyusunan instrumen-instrumennya. Direncanakan untuk menggunakannya
monitoring perkembangan BKM tahap-I selama 6 bulan.
Pemantauan
untuk proses pelaksanaan P2KP Tahap-II akan dilaksanakan secara periodik dan
menerus.
2.
Supervisi Kegiatan KMW
Kegiatan
ini dimulai dengan deskripsi indicator kunci dan penyusunan instrumen-instrumen
supervisi tersebut siap diaplikasikan dalam pelaksanaan dampingan KMW
dimasyarkat yang dalam pada P2KP tahap II, akan dilaksanakan secara periodic
dan menerus.
3.
Pengembangan SIM
Proses pengembangan SIM adalah
sebagai berikut:
Perancanaan system uji coba dan penyempurnaan
pengoperasian direncanakan selama kurang lebih 8 bulan setelah itu mulai
dilaksanakan aplikasi pengoperasiannya untuk kemudian dilakukan akhir terhadap
system pengoperasian.
4.
Fasilitasi dan Pendampingan
Fasilitator
dan pendampingan ditunjukan untuk memberikan dukungan terhadap kelancaran
pelaksanaan P2KP, dengan mempersiapkan dan menyediakan substansi-substansi yang
dibutuhkan dalam mempercepat dan mempermudah pemahaman terhadap prosedur dan
tata cara yang ditetapkan dalam pedoman-pedoman P2KP
5.
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
Pengelolaan
pengaduan masyarakat akan dikembangkan sistemnya, baik pengadministrasian
pengaduan, penanganan pengaduan, mekanisme maupun pola pengelolaannya, secara
terintegrasi dengan SIM yang ada.
(h)
Pengembangan Program Sosialisasi meliputi
2 (dua) kegiatan utama yang terkait dengna pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen
yang dibutuhkan untuk mendukung tugas-tugas pokok PMU dalam pengelolaan
implementasi P2KP.
Pengembangan
program sosialisasi meliputi kegiatan-kegiatan utama yang terkait dengan
fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut::
1.
Perumusan Strategi Sosialisasi, yang
terfokus pada 2 (dua) tahapan utama: (1) perumusan strategi untuk penyiapan dan
pelaksanaan kegiatan sosialisasi awal dan, (2) perumusan strategi untuk
penyiapan dan perencanaan kegiatan sosialisasi lanjut.
2.
Pelaksanaan Diseminasi, yang juga
dititik beratkan pada 2 (dua) tahapan utama yaitu : (1) pelaksanaan desiminasi
awal dan (2) pelaksanaan desiminasi tahap lanjut.
(i)
Pengembangan jaringan didaerah,
meliputi 2 (dua) kegiatan utama yang terkait dengan fungsi-fungsi manajemen
yang dibutuhkan untuk mendukung tugas-tugas pokok PMU dalam pengelolaan
implementasi P2KP yaitu: (1) Penguatan forum masyarakat di daerah dan (2)
pengaturan koordinasi di daerah.
(j)
Pengelolaan ditingkat regional yang
menjadi tugas pokok KMP kantor regional difokuskan pada 3 (tiga) fungsi utama
manajemen yang menjadi tanggung jawab kantor regional, yaitu: (1) mendukung KMP
kantor pusat dalam manajemen proyek, (2) melakukan pengendalian dan fasilitasi
terhadap KMW dan (3) melaksanakan pengembangan jaringan/networking didaerah.
(k)
Untuk menyiapkan rencana tindak
(action plan) periode 6 (enam) bulanan, disusun kerangka kerja operational
tengah tahun KMP, sebagai dasar dan kerangka pengendalian untuk PMU/Proyek dan
KMP dalam mengimplementasikan langkah-langkah kegiatan P2KP secara keseluruhan.
(l)
Beberapa catatan implementasi
kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan P2KP, dapat dikemukakan sebagai berikut:
o
Selama proses penyelenggaraan proyek
terjadi berbagai pergeseran dan pembahasan konsep yang tidak ditranformasikan
dan terselesaikan melalui prosedur yang legal-formal. Akibat dari kondisi ini
terjadi multi persepsi yang telah dikeluarkan dari pusat, hal mana yang
mengakibatkan kebijakan dan strategi yang ditetapkan oleh KMP tidak dapat
berpotensi terjadinya bias dalam pelaksanaan dilapangan.
o
Untuk mengatasi permasalahan
kemungkinan-kemungkinan terjadinya multi persepsi dan multi interpretasi serta
terjadinya bias implementasi di lapangan diperlukan upaya-upaya pengendalian dan
pengawasan. Dalam kerangka upaya itulah pihak KMP membentuk kelembagaan
Regional Manager (RM), sebagai wakil Team Leader di daerah. Namun demikian
pembentukan RM tersebut tidak disertai dengan kelengkapan sumberdaya manusianya
yang sesuai dengan lingkup tugas RM tersebut sehingga pengendalian dan
pengawasan yang dilakukan oleh RM pun belum bias mengatasi sepenuhnya
kemungkinan terjadinya bias implementasi.
o
Disamping pergeseran dan penambahan
konsep, selama berlangsungnya penyelenggaraan proyek terjadi pula pergeseran,
perubahan dan sisipan hatapan siklus proyek. Situasi ini mengakibatkan
terjadinya pergeseran jadwal kegiatan proyek. Situasi ini mengakibatkan
terjadinya pergeseran jadwal kegiatan proyek, sehingga terpaksa perlu dilakukan
amandemen perpanjangan pelaksanaan proyek (P2KP 1 Tahap II) sampai bulan
Oktober 2004. namun demikian dari aspek rencana dana BLM pergeseran jadwal
kegiatan proyek dibatasi oleh “closing date” proyek, yang bagaimanapun harus
berakhir paa tanggal 30 juni 2004. akibatnya terjadi akumulasi kegiatan proyek,
terutama kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang terkait dengan proses
pencairan dana BLM. Untuk mengatasi masalah ini, pihak KMP telah berupaya untuk
melakukan rasionalisasi kegiatan proyek yang strategis dalam rangka pencairan
dana BLM.
o
Meski penyelenggaraan proyek ini
menghadapi berbagai persoalan dinamika manajemen dan dinamika social yang
begitu tinggi, dari persepektifsiklus proyek pelaksanaan P2KP 1 Tahap II telah
berhasil diselesaikan, minimal sampai fase terminasi. Namun dari perspektif
kualitatif berdasarkan misi dan visinya, diperlukan pengkajian tersendiri,
sebagai bahan input perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.
2. Rekomendasi dan Saran
2.1 Sinkronisasi Perencanaan Sosialisasi
Dengan suatu anggapan bahwa perlunya
satu kesatuan persepsi, kesamaan arah dan kesamaan acuan pelaksanaan kegiatan
sosialisasi P2KP maka dilakukan sinkronisasi perencanaan kegiatan sosialisasi
antara KMP dengan KMW.
Buku I yang memuat kebijakan umum
didiseminasikan 27-28 Nopember 2002. Kegiatan ini dilakukan melalui pertemuan
antara Tenaga Ahli Media/Komunikasi (TA. MedKom) KMW dengan TA Sosialisasi KMP.
Buku II yang memuat Strategi
Operasional Sosialisasi didiseminasikan dibulan Februari 2003 disetiap Regional
dan Buku III pada bulan Maret 2004 dengan peserta yang sama. Melalui diseminasi
ini dibangun komitmen dan penyamaan pemahaman, penyamaan pandangan dan arah
kegiatan serta acuan metodologi yang
digunakan dalam pelaksanaan sosialisasi sebagaimana yang telah disusun dalam
Grand Strategi atau perencanaan sosialisasi secara menyeluruh. Kesepakatan
kesepakatan ini dituangkan dengan bentuk sinkronisasi perencanaan sosialisasi.
Lebih lanjut hasil sinkronisasi ini dituangkan dalam perencanaan sosialisasi
tahunan, dan Rencana Aksi 3 bulanan dan 6 bulanan. Dalam perencanaan 3 bulanan,
dan 6 bulanan ini, TA MedKom KMW mengembangkan dan menyesuaikan metodologi,
media dan alat-alat bantu sosialisasi menurut kondisi setempat.
Pelaksanaan sinkronisasi perencanaan
sosialisasi khususnya dalam konteks perubahan
penekanan kegiatan sosialisasi menjadi alat pemberdayaan dan pembangunan opini
publik menghadapi hambatan secara administratif. Perubahan
orientasi dari pendekatan periklanan dan kehumasan, mengandung konsekuensi akan
perlunya perubahan dalam komponen-komponen pelaksanaan sosialisasi di tingkat
KMW yang telah disusun KMW sebelumnya.
Perubahan-perubahan ini menghendaki adanya keputusan-keputusan dan
ketentuan-ketentuan formal. Penyelesaian atas perubahan posisi
komponen-komponen sosialisasi di tingkat KMW secara formal tidak dapat
dituntaskan.
Sinkronisasi dalam konteks penyamaan persepsi, orientasi, dan pandangan
serta metodologi yang terkait dengan isi pesan, orientasi pesan, dan pendekatan
pemberdayaan berhadapan dengan latar belakang TA sosialisasi di KMW yang
seluruhnya terdiri dari TA MedKom yang tidak dipersiapkan sebagai TA
sosialisasi dengan tujuan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
Menyikapi situasi ini maka
pertemuan-pertemuan dalam Expert Group Meeting, sekaligus dijadikan sebagai
media peningkatan dan penyamaan pandangan tentang pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat, serta melengkapi TA Medkom dengan beberapa Bahan Bacaan dan
Acuan-acuan pelaksanaan sosialisasi yang dianggap perlu. Bersamaan dengan itu
materi yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat disusun secara langsung pada
tingkat KMP untuk dijabarkan dan diselaraskan oleh tingkat KMW pada tatanan
pelaksanaan. Langkah ini dilakukan untuk membantu TA MedKom KMW, minimal dapat
menyesuaikan arah, isi pesan dan alat-alat bantu sosialisasi sesuai dengan
perubahan orientasi sosialisasi.
2.2 Pengorganisasian Kegiatan Sosialisasi
Antara TA sosialisasi ditingkat KMP
dengan TA MedKom di tingkat KMW dibangun
komitmen bahwa keduanya adalah satu kesatuan dalam pelaksanaan sosialisasi.
Wujud dari komitmen ini adalah TA Sosialisasi KMP bertindak sebagai Koordinator
dan adanya komunikasi langsung antara kedua belah pihak khususnya yang terkait
dengan konsultasi tentang kegiatan-kegiatan terapan sosialisasi, atau
hambatan-hambatan yang dialami oleh TA MedKom dalam menerapkan rencana 6
bulanan baik dari aspek administratif maupun substantif. Komitmen ini
dilanjutkan dengan membangun kerjasama antara sesama TA MedKom disetiap Regional.
Lebih lanjut dalam kaitan dengan
pengorganisasian ini juga dirancang pembentukan Tim Kerja Sosialisasi di
tingkat KMW untuk kebutuhan koordinasi pelaksanaan sosialisasi ditingkat KMW
yang beranggotakan TA Medkom KMW, Sub-Team Leader dan Senior Faskel. Tim kerja
ini dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan pencapaian tujuan sosialisasi dan
memungkinkan adanya pengamatan dan review terhadap perubahan-perubahan
institusional di tingkat kelurahan. Rancangan ini tidak dapat terwujud.
Hambatan perwujudan rancangan ini selain dari adanya pandangan bahwa
sosialisasi adalah unsur pendukung dalam P2KP juga karena tidak dirasakannya
pengaruh langsung dari keberhasilan atau kegagalan sosialisasi dihubungkan
dengan pelaksanaan siklus proyek. Selain itu pembagian tugas dan fungsi yang
ketat pada setiap bidang tugas cenderung mengesankan bahwa sosialisasi semata-mata
menjadi tanggung jawab TA sosialisasi. Unsur-unsur ini berpengaruh pada
tindakan pengambilan keputusan dan menjadi hambatan pembentukan koordinasi dan saling kerjasama internal dalam pelaksanaan
sosialisasi di tingkat KMW.
Posisi TA Medkom didominasi oleh
kegiatan penyediaan alat-alat sosialisasi bagi Tim Faskel. Pengarahan kegiatan
sosialisasi oleh TA MedKom dalam proses pemberdayaan terhadap Tim Fasilitator tidak berjalan secara optimal
dan menyeluruh pada setiap KMW. Hal ini tergantung pada sikap dan keputusan
masing-masing Team Leader KMW.
2.3 Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Sosialisasi
Rencana Aksi 6 bulanan dijadikan
alat ukur pelaksanaan sosialisasi. Setiap dua bulanan TA MedKom KMW menyusun
laporan pelaksanaan. Laporan ini mencakup pelaporan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan, penyimpangan (deviasi) antara rencana dengan realisasi dan faktor
penyebab terjadinya deviasi.
Pembahasan tentang deviasi dan
faktor-faktor penyebab dilakukan dalam Expert Group Meeting (EGM) yang
rata-rata dilakukan sekali setiap dua bulan. Selain itu juga dilakukan
kunjungan supervisi. Kunjungan supervisi
hingga tingkat Senior Fasilitator hanya dilakukan satu kali dalam masa
proyek yang dilakukan secara acak.
Pengendalian
sosialisasi yang menyangkut aspek substansi dilakukan dengan penyampaian
acuan-acuan pelaksanaan sosialisasi dan penyampaian materi-materi sosialisasi
sebagai koridor isi pesan dan metodologi sosialisasi.
2.4 Tinjauan Pelaksanaan Sosialisasi
1.
Tingkat Nasional
Pada tingkat nasional peran sosialisasi
dalam kerangka pembangunan opini publik, transparansi dan pertanggung jawaban
kepada publik ingin lebih ditonjolkan. Untuk pelaksanaan peran ini maka
penggunaan jalur media massa memegang peran yang lebih besar. Media massa yang
digunakan adalah Televisi, Radio dan Surat kabar.
a.
Televisi
Menurut Perencanaan, dialog interaktif
melalui televisi tingkat nasional dilakukan sebanyak 5 kali tayangan.
Pada tahap Pendampingan dan Penguatan
direncanakan 2 tayangan dengan tema : Konsepsi P2KP, dan BKM sebagai
Kelembagaan Masyarakat. dan pada tahap Pelembagaan dan Persiapan Pelepasan
Dampingan sebanyak 3 kali yang mengambil tema : Fungsi dan Pemanfaatan BLM,
Kerjasama dan Sinergisasi Antar Pelaku Pembangunan, dan Evaluasi Pelaksanaan P2KP.
Dialog interaktif televisi ini
terlaksana 1 kali di TVRI dengan Tema Konsepsi P2KP. Nara sumber dalam diskusi
ini adalah Dirjen Perkim Departemen Kimpraswil ( Ir. Aca Sugandhy M.Sc.) dan
Sekretaris Komite Penanggulangan Kemiskinan (Prof. Dr. Gunawan Soemodiningrat).
Ke empat Tema
lainnya tidak dapat dilanjutkan karena terkait dengan kebijakan dan pengambilan
keputusan dalam pendanaan yang mendukung Perencanaan Sosialisasi Menyeluruh
(Grand Strategy Operasional Sosialisasi).
b.
Radio
Penggunaan radio direncanakan sebanyak 4 kali
selama proyek. Siaran melalui radio terlaksana 1 kali melalui kerjasama dengan
Radio 68 H.
Nara sumber diskusi terbuka dan interaktif
ini adalah Kepala PMU/Pimpinan
Proyek (Ir. Arianto Dipl. SE.
MT), Ketua Puska Kessos Universitas Indonesia ( Prof. DR. Paulus Tangdilintin)
dan Ketua GOWA ( Farid Faqih).
Selain bertujuan untuk memasyarakatkan pandangan
baru yang dianut P2KP dalam penanggulangan kemiskinan diskusi ini sekaligus
menjadi penerapan asas keterbukaan dan pertanggungan jawab kepada publik
Tiga rencana siaran melalui radio selanjutnya
tidak diselenggarakan karena terkait dengan kebijakan dan keputusan seperti
pada media televisi.
c.
Surat Kabar
Menurut rencana,
selama proyek akan dapat dimuat 10 artikel dalam surat kabar skala
nasional, adanya konferensi pers sebanyak 5 kali, sarasehan dengan kalangan
pers sebanyak 3 kali dan peliputan kelokasi proyek sebanyak 4 kali.
Dalam realisasinya pemuatan di surat kabar
terlaksana sebanyak 8 kali. Konferensi pers tidak dilaksanakan, Sarasehan
dengan kalangan pers dilakukan 1 kali dan peliputan kelokasi sebanyak 2 kali.
Pemuatan di surat kabar/media cetak pada dasarnya
dirancang untuk membangun opini masyarakat tentang penanggulangan
kemiskinan melalui P2KP. Muatan artikel
direncanakan berisi tentang konsep dan pemikiran tentang P2KP, pembahasan
antara terapan dengan konsep dan metodologi P2KP dan bahasan “best practice”.
Maksud yang ingin dicapai adalah untuk mendorong
berkembangnya pemikiran tentang konsep penanggulangan kemiskinan dan dan
diperolehnya bahan-bahan masukan untuk pertimbangan pihak-pihak pengambil
keputusan. Dalam pelaksanaannya rancangan ini tidak sepenuhnya dapat diwujudkan
bila ditinjau dari aspek esensi. Secara umum tulisan yang dimuat bersifat dan
bernuansa pada pemberitaan. Perencanaan
artikel dengan maksud dan muatan seperti diatas tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya karena terjadi kesalahan persepsi dan anggapan pada saat
penyusunan rancangan.
Surat
kabar/media cetak lebih berorientasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
masalah-masalah aktual menurut momentum situasional Dilain pihak artikel yang
diharapkan, konsisten pada konsepsi dan permasalahan tentang kemiskinan
khususnya tentang P2KP. Bersamaan dengan itu dari kalangan pers terdapat suatu
pandangan bahwa selayaknya pers tidak menjadi “corong” sebuah proyek, karena
dianggap tidak sesuai dengan kebebasan pers.
Dari rencana sarasehan sebanyak 3 kali, terlaksana
1 kali. Pembicara pada sarasehan ini adalah Direktur Bintek Perkim ( Ir. Imam
Ernawi MCM. M.Sc) Pimpro/Kepala PMU ( Ir. Arianto Dipl. SE. MT), dan Team
Leader KMP (Ir. Sunaryanto M.Sc) dengan keynote speaker Dirjen Perkim ( Ir.
Aca Sugandhy MSc).
Pembicaraan dalam sarasehan ini berkisar pada
implementasi Konsep Tridaya, perbedaan mendasar antara P2KP I tahap 2 dengan
P2KP I tahap 1 dan penanggulangan kemiskinan berbasis komunitas dan proses
kemandirian masyarakat.
Dari 15 tulisan yang dimuat di surat kabar
terdapat 2 surat kabar yang mengemukakan bahwa P2KP tidak memfokuskan pada pemberian
bantuan fisik atau uang dan memusatkan perhatian pada proses
pemberdayaan/pembelajaran masyarakat. Selebihnya tulisan para jurnalis terbatas pada pengertian bahwa P2KP adalah
program penyaluran dana bantuan atau dana bergulir, dan membandingkannya dengan
program JPS dan sejenisnya.
Acara peliputan oleh kalangan pers dilakukan 2
kali dari rencana sebanyak 4 kali. Peliputan ini dilakukan disaat pembentukan
BKM dan disaat tahap persiapan pelepasan pendampingan. Hasil peliputan ini
dimuat dalam harian Suara Pembaharuan, Suara Karya, Media Indonesia, Majalah
Komite dan Majalah Kiprah.
Konferensi pers yang dimaksudkan sebagai upaya
pemberitaan secara objektif, tidak dilaksanakan karena dirasakan kurang efektif
dan efisien dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai.
d.
Materi Cetakan
Materi cetakan yang dirancang oleh KMP dimaksudkan
sebagai koridor isi materi cetakan dan
contoh alat-alat bantu sosialisasi di tingkat KMW. Melalui materi
cetakan ini TA MedKom KMW menyusun dan mengembangkan alat bantu sosialisasi
yang sesuai dengan kondisi setempat.
Selain dari materi cetakan berupa
“Booklet tentang P2KP” dan “Leaflet Informasi ringkas tentang P2KP”, dan poster
“Bersama membangun Kemandirian” yang tersedia diawal proyek, juga telah
dirancang materi cetakan berikut:
1)
Perlengkapan
Fasilitator diawal kegiatan sosialisasi.
o Buku Saku : Acuan Teknis Pelaksanaan Sosialisasi
bagi Tim Fasilitator dan “ Petunjuk Teknis Sosialisasi : Rembug Warga dan FGD”.
Kedua
buku ini telah dicetak dan disebar luaskan ke KMW.
o Socialization Kits yang terdiri dari : Tas dan
Flipchart “ Pelaksanaan Sosialisasi untuk Fasilitator”.
Bahan
ini telah dibagikan kepada setiap KMW.
2)
Materi
untuk bahan diskusi/sosialisasi para fasilitator bersama masyarakat dalam
proses edukasi dimasa social setting dan organizational setting.
o Booklet :
“Mengenal P2KP Lebih Lanjut”. Booklet ini telah disebar luaskan ke KMW
o Selebaran : “
Mari Memahami P2KP Kita”, “Apa Contoh Masalah Warga”, “Tantangan dalam
Kerjasama”, “Keberadaan BKM sebagai
Institusi”, “ Kerjasama Masyarakat Kelurahan dalam BKM”. Selebaran ini telah
disebar luaskan ke KMW.
o Poster : “Masalah sebagian warga adalah Masalah
Bersama Warga”dan “BKM Wujud Kesetaraan Warga”.
Poster ini telah disebar luaskan ke KMW.
3)
Materi
cetakan yang tidak dilanjutkan karena kebijakan dan keputusan pendanaan adalah sebagai berikut :
o Booklet : Apa, Bagaimana dan Mengapa BKM;
Pendekatan dan hambatan menuju masyarakat warga; Kemandirian dan keberlanjutan
BKM, Perencanaan Partisipatif; Evaluasi Mandiri; Kelembagaan Masyarakat sebagai
organisasi masyarakat warga; Transparansi dan demokrasi sebagai basis
kelembagaan masyarakat; Peran masyarakat warga di era otonomi daerah; BLM dan
kemandirian masyarakat; Dana BLM sebagai bagian integral dari Pengembangan
Masyarakat; Fungsi BLM dalam pembangunan social trust.
o Selebaran : Kepercayaan sosial dalam pelaksanaan
dana bergulir; Mikro kredit sebagai penggerak akumulasi dana masyarakat; KSM
sebagai wadah pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat; KSM sebagai basis
masyarakat warga; Hubungan BKM dan KSM; KSM sebagai alat pengawasan berbasis
masyarakat; BKM dan KSM debagai alat pemberdayaan;
o Buku saku : Fungsi, peran dan status KSM ditengah
masyarakat.
Oleh karena materi cetakan diatas
kurang terpenuhi maka bidang sosialisasi menyebarluaskan Acuan Penyusunan
Aturan Kelembagaan Masyarakat dalam P2KP dan Acuan Pembentukan dan Pembinaan
KSM. Kedua acuan ini dijadikan bahan sosialisasi dalam masa penguatan dan
pendampingan yang disebarluaskan ke KMW melalui E-mail dan hard copy.
Sebagai koridor pelaksanaan
sosialisasi masa persiapan pelepasan dampingan maka dilakukan diseminasi Buku
III berikut Rancangan Pelepasan Dampingan dan Proses Keberlanjutan P2KP I tahap
2, Acuan-acuan serta Format-format yang diperlukan untuk masa terminasi yang
dilakukan secara langsung kepada TA MedKom dan Sub Team Leader KMW. Diseminasi
ini melalui pertemuan dimasing-masing Regional.
Sebagai kesimpulan umum dapat
disebutkan bahwa pelaksanaan sosialisasi di tingkat nasional tidak dapat
terlaksana secara optimal. Kurang optimalnya pencapaian ini diantaranya terkait
dengan unsur pendanaan dalam mendukung perencanaan yang tertuang dalam Grand
Strategi Operasional Sosialisasi. Pada tatanan implementasi kurang optimalnya
capaian sosialisasi khususnya dalam jalur media massa cetak disebabkan oleh
terjadinya kekeliruan pandangan dan persepsi yang mendasari rancangan kerjasama
dengan media surat kabar.
2.
Pelaksanaan sosialisasi di Tingkat
Propinsi/Kabupaten
Hampir sama seperti tingkat nasional, jalur
komunikasi sosialisasi pada tingkat propinsi/kabupaten menggunakan jalur komunikasi interpersonal,
jalur kelompok dan jalur media massa.
Perbedaan yang menonjol adalah
dipusatkannya perhatian dan penggunaan jalur interpersonal dan kelompok
sehingga jalur ini penggunaan jalur ini lebih dominan pada tingkat kabupaten.
Penekanan ini merupakan konsekuensi logis dari kebijakan yang menempatkan
posisi sosialisasi sebagai alat pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
a.
Jalur Interpersonal
Penggunaan
jalur interpersonal seperti yang ditetapkan dalam Grand Strategy Operasional
Sosialisasi menjadi komitmen dalam pelaksanaan sosialisasi di tingkat KMW.
Dengan penggunaan jalur ini ingin dihindari terjadinya pelaksanaan sosialisasi
yang berdasar pada asumsi-asumsi dan pandangan-pandangan yang tidak bersumber
dari masyarakat didalam kelurahan sasaran. Pelaksanaan jalur ini sekaligus
sebagai konsekuensi dan konsistensi antara kaedah konsep dan pendekatan
pengembangan masyarakat dengan terapannya. Dalam proses ini Tim Fasilitator
secara langsung melakukan pertemuan tatap muka dengan pihak-pihak yang dianggap
kompeten untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk dapat melakukan
intervensi sosial secara tepat. Dari sumber-sumber ini Tim Fasilitator menggali
informasi tentang kekuatan-kekuatan sosial yang terdapat dalam kelurahan,
unsur-unsur penggerak dan motif terjadinya gerakan dalam masyarakat,
pengalaman-pengalaman masyarakat dalam pelaksanaan proyek sejenis,
kebiasaan-kebiasaan masyarakat, dan media komunikasi yang terdapat ditengah
masyarakat. Kegiatan ini dikategorikan dalam pemetaan sosial. Dengan langkah
ini Tim fasilitator dapat memperoleh gambaran tentang nilai-nilai yang berlaku
di dalam masyarakat kelurahan, interaksi sosial yang terjadi bahkan potensi
yang terdapat didalamnya baik berupa potensi yang menunjang maupun potensi
konflik yang dapat timbul melalui cek dan recek informasi.
Melalui jalur interpersonal
pula ini Tim Fasilitator sekaligus melakukan pendekatan informal untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan membangun situasi sehingga nilai dan
prinsip P2KP tidak dirasakan sebagai “benda asing” dan Tim Fasilitator dapat
diterima oleh oleh lingkungan masyarakat secara wajar. Pedoman yang digunakan
adalah Acuan Teknis Pelaksanaan sosialisasi dan Petunjuk Pemetaan Sosial bagi
Fasilitator yang dikembangkan oleh KMW dalam bentuk simbol, bagan, dan
flipchart, serta komik.
Sasaran jalur interpersonal ini adalah pimpinan
formal maupun informal. Tolok ukur pemilihannya adalah dengan mengamati
pengaruh mereka dalam menggerakkan masyarakat dan pengaruh mereka dalam
membentuk perubahan pandangan dan pendapat masyarakat. Oleh sebab itu sasaran
ini dapat berupa lurah, ketua RT Ketua RW, Anggota BPD, ustad kelompok
pengajian, ketua karang taruna, atau pimpinan kelompok arisan dan pimpinan kesenian.
Selama masa proyek tidak terdapat adanya informasi
atau laporan keluhan atau kecaman yang diterima dari masyarakat terhadap
pendekatan ini.
b.
Jalur Kelompok
Jalur kelompok ini dilaksanakan dengan
pertimbangan bahwa kelompok adalah alat efektif dan efisien untuk menyampaikan
pesan. Dalam kaitan dengan P2KP, jalur kelompok tidak hanya dipilih karena
unsur efektifitas dan efisiensi akan tetapi melalui kelompok juga dikembangkan
pengorganisasian masyarakat dalam bentuk kerjasama, pengorganisasian pembelajaran,
diskusi serta pembahasan untuk membangun pandangan, sikap, dan tindakan
bersama. Melalui jalur kelompok ini dilakukan penanaman nilai-nilai dan
pengembangan kegiatan dan inisiatif masyarakat.
Seperti yang telah digariskan jalur kelompok ini
dapat menggunakan kelompok masyarakat yang telah ada atau membangun kelompok
baru. Dalam pelaksanaannya dari jalur kelompok ini muncul anggota-anggota
masyarakat yang yang secara aktif mendukung pelaksanaan P2KP dan terbangunnya
kelompok-kelompok kerja dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai
siklus proyek.
Hasil yang dicapai dengan jalur kelompok ini
antara lain dapatnya informasi dan gagasan P2KP disebarluaskan dengan cara
“getok tular”, terpilihnya kader masyarakat melalui rapat-rapat kelompok,
teridentifikasinya kelompok-kelompok masyarakat, tersusunnya kepanitiaan atau
tim kerja dalam mendukung pelaksanaan siklus proyek, dan terbangunnya BKM dan
KSM-KSM.
c.
Jalur Media Massa
1)
Surat
Kabar
Seluruh KMW menggunakan surat kabar sebagai media
penyampaian informasi tentang P2KP. Surat kabar yang digunakan adalah koran
lokal tingkat propinsi atau Radar ditingkat Kabupaten/Kota. Perbedaan yang
terjadi adalah tingkat intensitas dan isi informasi pada masing-masing KMW.
Pemberitaan di surat kabar pada tingkat KMW rata-rata dilakukan pada setiap
siklus pelaksanaan proyek.
Kecuali KMW IV yang memuat artikel, KMW selebihnya
menggunakan surat kabar sebagai alat publikasi.
Langkah yang dilakukan oleh KMW dalam pemuatan
berita di surat kabar adalah dengan melakukan kerjasama dengan jurnalis lokal,
dan terdapat diantaranya yang bekerjasama secara langsung dengan Surat Kabar.
Kerjasama ini menghasilkan intensitas pemuatan berita yang cukup tinggi.
2)
Radio
Sesuai dengan komitmen antara KMP dengan KMW maka
seluruh KMW menggunakan Radio lokal sebagai alat diseminasi dan sosialisasi
P2KP dengan intensitas yang berbeda antara 2 dan sekali seminggu. Siaran ini
dilakukan KMW yang bekerjasama dengan radio swasta lokal di tingkat
Kabupaten/Kota.
3)
Televisi
Acara Talk Show di televisi dilaksanakan oleh
KMW-KMW di RM 2 sebanyak satu kali. Di RM 3, hanya KMW XII yang menggunakan
Televisi sebanyak 3 kali tayangan. Sementara di RM 1 tidak menggunakan
sosialisasi melalui televisi.
Pilihan penggunaan media televisi ini pada tingkat
KMW diukur dari tingkat efektifitas dan kondisi kelompok sasaran. Pertimbangan
ini dijadikan dasar bagi KMW untuk memutuskan langkah diseminasi melalui
televisi.
4)
Materi
cetakan
Materi cetakan dijadikan oleh KMW sebagai alat
sosialisasi yang dominan. KMW mengembangkan acuan-acuan dan contoh yang
didistribusikan oleh KMP menjadi alat sosialisasi untuk kepentingan dalam
pertemuan-pertemuan warga dan penyampaian informasi kepada masyarakat setelah
dilakukan penyesuaian dengan kondisi setempat. Dalam pelaksanaannya acuan dan koridor
dalam bentuk booklet, poster, selebaran dan acuan-acuan dikembangkan oleh KMW
dalam bentuk bagan, gambar dan simbol serta flipchart. Keluhan dari KMW adalah
terjadinya keterlambatan koridor yang disampaikan oleh KMP. Keterlambatan ini
khususnya terjadi pada kuartal pertama tahun 2003 sehingga beberapa KMW
menyusun panduan dan alat sosialisasi atas inisiatif sendiri dalam kuartal
ini.
Beberapa catatan yang dapat dikemukakan dikaitkan
dengan fungsi pengendalian dan fasilitasi KMP dalam kegiatan sosialisasi adalah
sebagai berikut :
o Perencanaan yang disusun dalam Grand Strategi
operasional Sosialisasi dapat disinkronisasikan yang diwujudkan melalui Rencana
Aksi Sosialisasi 6 bulanan KMW
o Expert Group Meeting dapat terlaksana secara rutin
dan hasil-hasil dari pertemuan ini dapat ditindak lanjuti seperti : pelaksanaan
pemetaan sosial, pelaporan dwibulanan, konsultasi tentang penyusunan panduan
pelaksanaan dan alat sosialisasi KMW.
o Acuan pelaksanaan sosialisasi, koridor dan
ketentuan isi alat bantu sosialisasi dapat dikembangkan oleh KMW sesuai dengan
kemampuan pendanaan dan karakteristik lokal.
o Kekurang sesuaian antara kebutuhan kemampuan
pelaksana untuk kegiatan sosialisasi yang bermuatan pemberdayaan dengan
keahlian media dan komunikasi mendatangkan hambatan dalam implementasi kegiatan
sosialisasi. Hambatan ini tidak dapat diatasi secara optimal melalui langkah
terobosan.
o Pandangan bahwa sosialisasi sebagai pendukung
pelaksanaan P2KP mengakibatkan terhambatnya konsolidasi internal dalam
pelaksanaan sosialisasi dan tidak terbangunnya ukuran-ukuran kualitatif dalam
perubahan institusional.
o Bila hasil survey KME dijadikan rujukan maka
sosialisi dengan pendekatan melalui jalur interpersonal dan kelompok dapat
dijadikan rujukan dalam pembangunan yang berbasis masyarakat
2.5 Pengembangan Pelatihan
(1)
Untuk mengoptimalkan pengendalian pelaksanaan
pelatihan P2KP, Regional Manager perlu diperkuat dengan tenaga ahli pelatihan,
minimal setingkat asisten.
(2)
Untuk menjamin tercapainya efektifitas pelaksanaan
pelatihan Tim Inti Pelatih perlu difungsikan dan didayagunakan semaksimal
mungkin. Dalam kaitan ini diperlukan inventarisasi ulang anggota Tim Inti
Pelatih, untuk kemudian dilengkapi dan dilakukan pembinaan profesionalismenya
melalui berbagai forum seperti seminar, lokakarya dsb.
(3)
Komunikasi yang intensif antara Tim Inti Pelatih
dengan Tim Faskel sangat diperlukan untuk menyamakan pemahaman anatara
rancangan dan koridor dari pusat dengan tuntutan lapangan.
(4)
Penyusunan Modul-modul dan dokumen-dokumen
referensi pelatihan dan pendampingan dilaksanakan oleh suatu Tim yang
beranggotakan Tenaga Ahli substansi, tenaga ahli pelatihan serta anggota Tim
Inti Pelatih sesuai dengan bidang keahliannya.
(5)
Diperlukan modul-modul pelatihan dan
dokumen-dokumen referensi utama sebagai pegangan bagi para penyelenggara dan
fasilitator pelatihan.
(6)
Diperlukan transformasi pengetahuan dan
keterampilan kepada aparat pemda untuk keberlanjutan pemberdayaan masyarakat
sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai P2KP.
2.6 Pengelolaan Keuangan
Berdasarkan kendala-kendala yang
masih terjadi pada kegiatan pelaksanaan P2KP-1 Tahap II, maka beberapa hal sebagai
rekomendasi untuk memperbaiki pelaksanaan kegiatan P2KP, khususnya yang terkait
dengan fungsi pengelolaan keuangan proyek P2KP, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
q Mengusahakan keterlibatan Bank
Indonesia secara langsung dan lebih sering dalam kegiatan pelaksanaan P2KP,
seperti dalam sosialisasi tingkat Pusat, pembahasan-pembahasan yang terkait
dengan aspek pengelolaan keuangan, seperti pembahasan menyangkut disbursement,
replenishment maupun penyampaian pelaporan RKBI.
q KMW harus lebih meningkatkan
koordinasi dengan pihak KPKN dan lebih sering melibatkan KPKN dalam
kegiatan-kegiatan pelaksanaan P2KP, tidak hanya melibatkan KPKN pada saat
proses persiapan pencairan dana BLM saja.
q Untuk mempercepat penyajian
informasi mengenai realisasi penyerapan dana BLM di lapangan, maka selain
fasilitas entry data SPM, di level KMW juga perlu diberikan fasilitas entry
data SPP (Surat Permintaan Pembayaran) yang sudah diterbitkan oleh PJOK sebelum
dimasukkan ke KPKN
2.7 Mikro Kredit
Dari hasil analisis sementara yang telah
dilakukan, beberapa rekomendasi yang dapat
berikan sebagai berikut :
(1)
Metodologi
pelatihan oleh TA Micro Finance dibeberapa tempat (KMW VIII, KMW I) perlu ditinjau
kembali sehingga dapat menggugah/mendorong partisipasi peserta pelatihan.
Diharapkan pelatih menjelaskan secara jelas tentang apa akuntansi, manfaatnya
serta pemanfaatnya, prinsipnya, prosesnya, istilah-istilah yang masih asing
bagi peserta, formulir yang digunakan, manfaatnya, kapan menggunakannya dan
bagaimana menggunakannya.
(2)
Alokasi
waktu untuk praktek akuntansi paling tidak 10 jam (10 x 60 menit) mengingat
sebagian besar UPK awam terhadap sistim akuntansi.
(3)
RUA
perlu disederhanakan.
(4)
Faskel
perlu dibekali ketrampilan dalam akuntansi mengingat Faskel adalah orang yang
terdekat UPK, tempat pertama UPK untuk bertanya apabila mereka mengalami
kesulitan.
(5)
Perlu
dilakukan monitoring/kunjungan secara rutin oleh TA Micro Finance KMW ke UPK
diwilayahnya.
(6)
Perlu
dilakukan monitoring secara sampling oleh TA Micro Credit KMP ke UPK.
(7)
Sistim
komputerisasi perlu diterapkan namun sebelumnya UPK harus memahami secara benar
sistim akuntansi secara manual dan dapat menerapkan secara manual dengan benar
juga.
(8)
Praktek
monitoring tingkat kesehatan pengelolaan pinjaman bergulir perlu
diberikan/dilatihkan kepada Faskel serta UPK paling cepat 2 bulan setelah UPK
menyalurkan pinjaman bergulir kepada KSM dan telah terampil menyusun Neraca dan
Laporan Laba Rugi.
0 comments:
Post a Comment