KESIMPULAN DAN SARAN

Saturday, 12 November 2016

1. Kesimpulan
(a)        Program Penanggulangan Kemiskinan diperkataan (P2KP) dilaksanakan dalam rangka menciptakan kondisi agar masyarakat mampu menanggulangi kemiskinan mereka secara mandiri dan berkelanjutan, melalui upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tersebut dilaksanakan dengan strategi:
o        Mendorong tumbuh berkembangnya partisipasi masyarakat dan transparansi
o        Meningkatkan kemampuan kelembagaan dan organisasi yang berakar dimasyarakat
o        Menjalin sinergi penanggulangan kemiskinan sebagai gerakan masyarakat melalui kemitraan antar pelaku pembangunan
o        Mendorong tumbuhnya kepedulian berbagai pihak sebagai upaya pengendalian sosial terhadap keberhasilan program penanggulangan kemiskinan
(b)        Para pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan P2KP adalah : (a) Tim Pengarah dan Tim Teknis Pusat, (b) PMU/Pimpro P2KP, (c) Konsultan Manajemen Pusat (KMP), (d) Konsultan Manajemen Wilayah (KMW), (e) Tim Fasilitator, (f) Kader Masyarakat, (g) Penanggung Jawab Operational Kecamatan (PJOK), (h) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), (i) Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Lingkup penugasan dan pekerjaan KMP adalah melaksanakan sebagian tugas-tugas PMU pada pelaksanaan P2KP. Oleh karena itu KMP bertanggung jawab pada PMU, dan berkewajiban melakukan perencanaan, koordinasi, supervisi dan monitoring terhadap tugas yang dilaksanakan oleh seluruh KMW sehingga kualitas kinerjanya terjamin.
(c)         Dalam kaitannya dengan strategi pelaksanaan P2KP perlu dibedakan antara pengertian strategi pelaksanaan P2KP tahap-II dengan strategi operational konsultan manajemen dalam pelaksanaan P2KP tahap-II.
Strategi pelaksanaan P2KP tahap-II merupakan rumusan konsep dari hasil pemikiran/penyempurnaan atas hasil-hasil yang telah diperoleh dari pembelajaran implementasi tahap-I yang dirangkum dalam Pedoman Umum dan Pedoman Teknis P2KP tahap-II. Sedangkan strategi operasional konsultan manajemen dalam pelaksanaan P2KP Tahap-II, merupakan hasil pengembangan pemikiran terhadap strategi pelaksanaan tahap-II, dikaitkan dengan lingkup penugasan konsultan manajemen yang diuraikan dalam kerangka Acuan Kerja (TOR)
(d)        Rencana kegiatan menyeluruh KMP dan KMW disusun berdasarkan pada lingkup penugasan yang diberikan melalui kerangka acuan kerja (TOR) spesifik untuk P2KP tahap-II. Rencana kegiatan menyeluruh yang mengkorelasikan antara komponen kegiatan berdasarkan fungsi-fungsi manajemen dalam implementasi proyek dengan tahapan proses berdasarkan langkah-langkah dalam siklus proyek merupakan suatu jadwal utama (Maseter Schedule) untuk seluruh proses implementasi P2KP.
(e)         Dukungan manajemen proyek kepada PMU meliputi beberapa kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang dibutuhkan untuk mendukung tugas pokok PMU dalam pengelolaan implementasi P2KP. Kegiatan perencanaan berlangsung selama 6 bulan pertama mobilisasi KMP dalam upaya merumuskan dan mengembangkan grand strategi serta mengkonsolidasikan rencana tahunan dan rencana tindak 6 bulanan kegiatan perencanaan difokuskan pada penyiapan rencana tindak 3 bulanan dan melakukan kaji ulang (review) pada periode 3 bulan berikutnya.
(f)          Fungsi pengorganisasian meliputi kegiatan-kegiatan pelatihan, penguatan kelembagaan pelaku ditingkat pusat dan pelaporan pengelolaan keuangan dana pinjaman.
o         Kegiatan pelatihan ditunjukan untuk merumuskan strategi pelatihan, membangun dan mengkoordinasikan tim pelatih KMW serta mempersiapkan proses pelatihan yang akan diorganisir oleh KMW.
o         Kegiatan penguatan kelembagaan pelaku di tingkat pusat meliputi penyediaan informasi strategis, seminar dan rapat-rapat kerja teknis, pengorganisasian pertemuan-pertemuan periodik stakeholder dan melakukan peminjaman/kunjungan lapangan.
o         Kegiatan pelaporan pengelolaan keuangan dana pinjaman diprogramkan setelah penyerahan seluruh data dan informasi oleh KMP Tahap I, dan dilanjutkan sampai berakhirnya periode penugasan KMP tahap II, dengan basis pelaporan bulanan.
(g)        Pengendalian pelaksanaan P2KP meliputi 5(lima) kegiatan utama yang terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang dibutuhkan untuk mendukung tugas-tugas pokok PMU dalam pengelolaan implementasi P2KP, sebagai berikut:
1.       Pemantauan/Monitoring
Kegiatan pemantauan/monitoring dimulai dengan mendeskripsikan indicator-indikator kunci dan penyusunan instrumen-instrumennya. Direncanakan untuk menggunakannya monitoring perkembangan BKM tahap-I selama 6 bulan.
Pemantauan untuk proses pelaksanaan P2KP Tahap-II akan dilaksanakan secara periodik dan menerus.
2.       Supervisi Kegiatan KMW
Kegiatan ini dimulai dengan deskripsi indicator kunci dan penyusunan instrumen-instrumen supervisi tersebut siap diaplikasikan dalam pelaksanaan dampingan KMW dimasyarkat yang dalam pada P2KP tahap II, akan dilaksanakan secara periodic dan menerus.
3.       Pengembangan SIM
Proses pengembangan SIM adalah sebagai berikut:
Perancanaan system uji coba dan penyempurnaan pengoperasian direncanakan selama kurang lebih 8 bulan setelah itu mulai dilaksanakan aplikasi pengoperasiannya untuk kemudian dilakukan akhir terhadap system pengoperasian.
4.       Fasilitasi dan Pendampingan
Fasilitator dan pendampingan ditunjukan untuk memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan P2KP, dengan mempersiapkan dan menyediakan substansi-substansi yang dibutuhkan dalam mempercepat dan mempermudah pemahaman terhadap prosedur dan tata cara yang ditetapkan dalam pedoman-pedoman P2KP
5.       Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
Pengelolaan pengaduan masyarakat akan dikembangkan sistemnya, baik pengadministrasian pengaduan, penanganan pengaduan, mekanisme maupun pola pengelolaannya, secara terintegrasi dengan SIM yang ada.
(h)        Pengembangan Program Sosialisasi meliputi 2 (dua) kegiatan utama yang terkait dengna pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang dibutuhkan untuk mendukung tugas-tugas pokok PMU dalam pengelolaan implementasi P2KP.
Pengembangan program sosialisasi meliputi kegiatan-kegiatan utama yang terkait dengan fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut::
1.       Perumusan Strategi Sosialisasi, yang terfokus pada 2 (dua) tahapan utama: (1) perumusan strategi untuk penyiapan dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi awal dan, (2) perumusan strategi untuk penyiapan dan perencanaan kegiatan sosialisasi lanjut.
2.       Pelaksanaan Diseminasi, yang juga dititik beratkan pada 2 (dua) tahapan utama yaitu : (1) pelaksanaan desiminasi awal dan (2) pelaksanaan desiminasi tahap lanjut.
(i)          Pengembangan jaringan didaerah, meliputi 2 (dua) kegiatan utama yang terkait dengan fungsi-fungsi manajemen yang dibutuhkan untuk mendukung tugas-tugas pokok PMU dalam pengelolaan implementasi P2KP yaitu: (1) Penguatan forum masyarakat di daerah dan (2) pengaturan koordinasi di daerah.
(j)          Pengelolaan ditingkat regional yang menjadi tugas pokok KMP kantor regional difokuskan pada 3 (tiga) fungsi utama manajemen yang menjadi tanggung jawab kantor regional, yaitu: (1) mendukung KMP kantor pusat dalam manajemen proyek, (2) melakukan pengendalian dan fasilitasi terhadap KMW dan (3) melaksanakan pengembangan jaringan/networking didaerah.
(k)        Untuk menyiapkan rencana tindak (action plan) periode 6 (enam) bulanan, disusun kerangka kerja operational tengah tahun KMP, sebagai dasar dan kerangka pengendalian untuk PMU/Proyek dan KMP dalam mengimplementasikan langkah-langkah kegiatan P2KP secara keseluruhan.
(l)          Beberapa catatan implementasi kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan P2KP, dapat dikemukakan sebagai berikut:
o         Selama proses penyelenggaraan proyek terjadi berbagai pergeseran dan pembahasan konsep yang tidak ditranformasikan dan terselesaikan melalui prosedur yang legal-formal. Akibat dari kondisi ini terjadi multi persepsi yang telah dikeluarkan dari pusat, hal mana yang mengakibatkan kebijakan dan strategi yang ditetapkan oleh KMP tidak dapat berpotensi terjadinya bias dalam pelaksanaan dilapangan.
o         Untuk mengatasi permasalahan kemungkinan-kemungkinan terjadinya multi persepsi dan multi interpretasi serta terjadinya bias implementasi di lapangan diperlukan upaya-upaya pengendalian dan pengawasan. Dalam kerangka upaya itulah pihak KMP membentuk kelembagaan Regional Manager (RM), sebagai wakil Team Leader di daerah. Namun demikian pembentukan RM tersebut tidak disertai dengan kelengkapan sumberdaya manusianya yang sesuai dengan lingkup tugas RM tersebut sehingga pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh RM pun belum bias mengatasi sepenuhnya kemungkinan terjadinya bias implementasi.
o         Disamping pergeseran dan penambahan konsep, selama berlangsungnya penyelenggaraan proyek terjadi pula pergeseran, perubahan dan sisipan hatapan siklus proyek. Situasi ini mengakibatkan terjadinya pergeseran jadwal kegiatan proyek. Situasi ini mengakibatkan terjadinya pergeseran jadwal kegiatan proyek, sehingga terpaksa perlu dilakukan amandemen perpanjangan pelaksanaan proyek (P2KP 1 Tahap II) sampai bulan Oktober 2004. namun demikian dari aspek rencana dana BLM pergeseran jadwal kegiatan proyek dibatasi oleh “closing date” proyek, yang bagaimanapun harus berakhir paa tanggal 30 juni 2004. akibatnya terjadi akumulasi kegiatan proyek, terutama kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang terkait dengan proses pencairan dana BLM. Untuk mengatasi masalah ini, pihak KMP telah berupaya untuk melakukan rasionalisasi kegiatan proyek yang strategis dalam rangka pencairan dana BLM.
o         Meski penyelenggaraan proyek ini menghadapi berbagai persoalan dinamika manajemen dan dinamika social yang begitu tinggi, dari persepektifsiklus proyek pelaksanaan P2KP 1 Tahap II telah berhasil diselesaikan, minimal sampai fase terminasi. Namun dari perspektif kualitatif berdasarkan misi dan visinya, diperlukan pengkajian tersendiri, sebagai bahan input perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.

2. Rekomendasi dan Saran
2.1      Sinkronisasi Perencanaan Sosialisasi
Dengan suatu anggapan bahwa perlunya satu kesatuan persepsi, kesamaan arah dan kesamaan acuan pelaksanaan kegiatan sosialisasi P2KP maka dilakukan sinkronisasi perencanaan kegiatan sosialisasi antara KMP dengan KMW.
Buku I yang memuat kebijakan umum didiseminasikan 27-28 Nopember 2002. Kegiatan ini dilakukan melalui pertemuan antara Tenaga Ahli Media/Komunikasi (TA. MedKom) KMW dengan TA Sosialisasi KMP.
Buku II yang memuat Strategi Operasional Sosialisasi didiseminasikan dibulan Februari 2003 disetiap Regional dan Buku III pada bulan Maret 2004 dengan peserta yang sama. Melalui diseminasi ini dibangun komitmen dan penyamaan pemahaman, penyamaan pandangan dan arah kegiatan serta acuan metodologi  yang digunakan dalam pelaksanaan sosialisasi sebagaimana yang telah disusun dalam Grand Strategi atau perencanaan sosialisasi secara menyeluruh. Kesepakatan kesepakatan ini dituangkan dengan bentuk sinkronisasi perencanaan sosialisasi. Lebih lanjut hasil sinkronisasi ini dituangkan dalam perencanaan sosialisasi tahunan, dan Rencana Aksi 3 bulanan dan 6 bulanan. Dalam perencanaan 3 bulanan, dan 6 bulanan ini, TA MedKom KMW mengembangkan dan menyesuaikan metodologi, media dan alat-alat bantu sosialisasi menurut kondisi setempat.
Pelaksanaan sinkronisasi perencanaan sosialisasi khususnya dalam konteks perubahan penekanan kegiatan sosialisasi menjadi alat pemberdayaan dan pembangunan opini publik menghadapi hambatan secara administratif. Perubahan orientasi dari pendekatan periklanan dan kehumasan, mengandung konsekuensi akan perlunya perubahan dalam komponen-komponen pelaksanaan sosialisasi di tingkat KMW  yang telah disusun KMW sebelumnya. Perubahan-perubahan ini menghendaki adanya keputusan-keputusan dan ketentuan-ketentuan formal. Penyelesaian atas perubahan posisi komponen-komponen sosialisasi di tingkat KMW secara formal tidak dapat dituntaskan.
Sinkronisasi dalam konteks penyamaan persepsi, orientasi, dan pandangan serta metodologi yang terkait dengan isi pesan, orientasi pesan, dan pendekatan pemberdayaan berhadapan dengan latar belakang TA sosialisasi di KMW yang seluruhnya terdiri dari TA MedKom yang tidak dipersiapkan sebagai TA sosialisasi dengan tujuan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
Menyikapi situasi ini maka pertemuan-pertemuan dalam Expert Group Meeting, sekaligus dijadikan sebagai media peningkatan dan penyamaan pandangan tentang pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta melengkapi TA Medkom dengan beberapa Bahan Bacaan dan Acuan-acuan pelaksanaan sosialisasi yang dianggap perlu. Bersamaan dengan itu materi yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat disusun secara langsung pada tingkat KMP untuk dijabarkan dan diselaraskan oleh tingkat KMW pada tatanan pelaksanaan. Langkah ini dilakukan untuk membantu TA MedKom KMW, minimal dapat menyesuaikan arah, isi pesan dan alat-alat bantu sosialisasi sesuai dengan perubahan orientasi sosialisasi.

2.2      Pengorganisasian Kegiatan Sosialisasi
Antara TA sosialisasi ditingkat KMP dengan TA MedKom di tingkat KMW dibangun  komitmen bahwa keduanya adalah satu kesatuan dalam pelaksanaan sosialisasi. Wujud dari komitmen ini adalah TA Sosialisasi KMP bertindak sebagai Koordinator dan adanya komunikasi langsung antara kedua belah pihak khususnya yang terkait dengan konsultasi tentang kegiatan-kegiatan terapan sosialisasi, atau hambatan-hambatan yang dialami oleh TA MedKom dalam menerapkan rencana 6 bulanan baik dari aspek administratif maupun substantif. Komitmen ini dilanjutkan dengan membangun kerjasama antara sesama TA MedKom  disetiap Regional.
Lebih lanjut dalam kaitan dengan pengorganisasian ini juga dirancang pembentukan Tim Kerja Sosialisasi di tingkat KMW untuk kebutuhan koordinasi pelaksanaan sosialisasi ditingkat KMW yang beranggotakan TA Medkom KMW, Sub-Team Leader dan Senior Faskel. Tim kerja ini dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan pencapaian tujuan sosialisasi dan memungkinkan adanya pengamatan dan review terhadap perubahan-perubahan institusional di tingkat kelurahan. Rancangan ini tidak dapat terwujud. Hambatan perwujudan rancangan ini selain dari adanya pandangan bahwa sosialisasi adalah unsur pendukung dalam P2KP juga karena tidak dirasakannya pengaruh langsung dari keberhasilan atau kegagalan sosialisasi dihubungkan dengan pelaksanaan siklus proyek. Selain itu pembagian tugas dan fungsi yang ketat pada setiap bidang tugas cenderung  mengesankan bahwa sosialisasi semata-mata menjadi tanggung jawab TA sosialisasi. Unsur-unsur ini berpengaruh pada tindakan pengambilan keputusan dan menjadi hambatan pembentukan koordinasi dan  saling kerjasama internal dalam pelaksanaan sosialisasi di tingkat KMW.
Posisi TA Medkom didominasi oleh kegiatan penyediaan alat-alat sosialisasi bagi Tim Faskel. Pengarahan kegiatan sosialisasi oleh TA MedKom dalam proses pemberdayaan terhadap  Tim Fasilitator tidak berjalan secara optimal dan menyeluruh pada setiap KMW. Hal ini tergantung pada sikap dan keputusan masing-masing Team Leader KMW.

2.3      Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Sosialisasi
Rencana Aksi 6 bulanan dijadikan alat ukur pelaksanaan sosialisasi. Setiap dua bulanan TA MedKom KMW menyusun laporan pelaksanaan. Laporan ini mencakup pelaporan kegiatan-kegiatan yang dilakukan, penyimpangan (deviasi) antara rencana dengan realisasi dan faktor penyebab terjadinya deviasi.
Pembahasan tentang deviasi dan faktor-faktor penyebab dilakukan dalam Expert Group Meeting (EGM) yang rata-rata dilakukan sekali setiap dua bulan. Selain itu juga dilakukan kunjungan supervisi. Kunjungan supervisi  hingga tingkat Senior Fasilitator hanya dilakukan satu kali dalam masa proyek yang dilakukan secara acak. 
Pengendalian sosialisasi yang menyangkut aspek substansi dilakukan dengan penyampaian acuan-acuan pelaksanaan sosialisasi dan penyampaian materi-materi sosialisasi sebagai koridor isi pesan dan metodologi sosialisasi.

2.4      Tinjauan Pelaksanaan Sosialisasi
1.            Tingkat Nasional
Pada tingkat nasional peran sosialisasi dalam kerangka pembangunan opini publik, transparansi dan pertanggung jawaban kepada publik ingin lebih ditonjolkan. Untuk pelaksanaan peran ini maka penggunaan jalur media massa memegang peran yang lebih besar. Media massa yang digunakan adalah Televisi, Radio dan Surat kabar.
a.            Televisi
Menurut Perencanaan, dialog interaktif melalui televisi tingkat nasional dilakukan sebanyak 5 kali tayangan.
Pada tahap Pendampingan dan Penguatan direncanakan 2 tayangan dengan tema : Konsepsi P2KP, dan BKM sebagai Kelembagaan Masyarakat. dan pada tahap Pelembagaan dan Persiapan Pelepasan Dampingan sebanyak 3 kali yang mengambil tema : Fungsi dan Pemanfaatan BLM, Kerjasama dan Sinergisasi Antar Pelaku Pembangunan, dan Evaluasi Pelaksanaan P2KP.
Dialog interaktif televisi ini terlaksana 1 kali di TVRI dengan Tema Konsepsi P2KP. Nara sumber dalam diskusi ini adalah Dirjen Perkim Departemen Kimpraswil ( Ir. Aca Sugandhy M.Sc.) dan Sekretaris Komite Penanggulangan Kemiskinan (Prof. Dr. Gunawan Soemodiningrat).
Ke empat Tema lainnya tidak dapat dilanjutkan karena terkait dengan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam pendanaan yang mendukung Perencanaan Sosialisasi Menyeluruh (Grand Strategy Operasional Sosialisasi).

b.            Radio
Penggunaan radio direncanakan sebanyak 4 kali selama proyek. Siaran melalui radio terlaksana 1 kali melalui kerjasama dengan Radio 68 H.
Nara sumber diskusi terbuka dan interaktif ini  adalah Kepala PMU/Pimpinan Proyek          (Ir. Arianto Dipl. SE. MT), Ketua Puska Kessos Universitas Indonesia ( Prof. DR. Paulus Tangdilintin) dan Ketua GOWA ( Farid Faqih).
Selain bertujuan untuk memasyarakatkan pandangan baru yang dianut P2KP dalam penanggulangan kemiskinan diskusi ini sekaligus menjadi penerapan asas keterbukaan dan pertanggungan jawab kepada publik
Tiga rencana siaran melalui radio selanjutnya tidak diselenggarakan karena terkait dengan kebijakan dan keputusan seperti pada media televisi.
c.             Surat Kabar
Menurut rencana,  selama proyek akan dapat dimuat 10 artikel dalam surat kabar skala nasional, adanya konferensi pers sebanyak 5 kali, sarasehan dengan kalangan pers sebanyak 3 kali dan peliputan kelokasi proyek sebanyak 4 kali.
Dalam realisasinya pemuatan di surat kabar terlaksana sebanyak 8 kali. Konferensi pers tidak dilaksanakan, Sarasehan dengan kalangan pers dilakukan 1 kali dan peliputan kelokasi sebanyak 2 kali.
Pemuatan di surat kabar/media cetak pada dasarnya dirancang untuk membangun opini masyarakat tentang penanggulangan kemiskinan  melalui P2KP. Muatan artikel direncanakan berisi tentang konsep dan pemikiran tentang P2KP, pembahasan antara terapan dengan konsep dan metodologi P2KP dan bahasan “best practice”.
Maksud yang ingin dicapai adalah untuk mendorong berkembangnya pemikiran tentang konsep penanggulangan kemiskinan dan dan diperolehnya bahan-bahan masukan untuk pertimbangan pihak-pihak pengambil keputusan. Dalam pelaksanaannya rancangan ini tidak sepenuhnya dapat diwujudkan bila ditinjau dari aspek esensi. Secara umum tulisan yang dimuat bersifat dan bernuansa pada pemberitaan. Perencanaan artikel dengan maksud dan muatan seperti diatas tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya karena terjadi kesalahan persepsi dan anggapan pada saat penyusunan rancangan.
Surat kabar/media cetak lebih berorientasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan masalah-masalah aktual menurut momentum situasional Dilain pihak artikel yang diharapkan, konsisten pada konsepsi dan permasalahan tentang kemiskinan khususnya tentang P2KP. Bersamaan dengan itu dari kalangan pers terdapat suatu pandangan bahwa selayaknya pers tidak menjadi “corong” sebuah proyek, karena dianggap tidak sesuai dengan kebebasan pers.
Dari rencana sarasehan sebanyak 3 kali, terlaksana 1 kali. Pembicara pada sarasehan ini adalah Direktur Bintek Perkim ( Ir. Imam Ernawi MCM. M.Sc) Pimpro/Kepala PMU ( Ir. Arianto Dipl. SE. MT), dan Team Leader KMP (Ir. Sunaryanto M.Sc) dengan keynote speaker Dirjen Perkim ( Ir. Aca Sugandhy MSc).  
Pembicaraan dalam sarasehan ini berkisar pada implementasi Konsep Tridaya, perbedaan mendasar antara P2KP I tahap 2 dengan P2KP I tahap 1 dan penanggulangan kemiskinan berbasis komunitas dan proses kemandirian masyarakat.
Dari 15 tulisan yang dimuat di surat kabar terdapat 2 surat kabar yang mengemukakan bahwa P2KP tidak memfokuskan pada pemberian bantuan fisik atau uang dan memusatkan perhatian pada proses pemberdayaan/pembelajaran masyarakat. Selebihnya tulisan para jurnalis  terbatas pada pengertian bahwa P2KP adalah program penyaluran dana bantuan atau dana bergulir, dan membandingkannya dengan program JPS dan sejenisnya.
Acara peliputan oleh kalangan pers dilakukan 2 kali dari rencana sebanyak 4 kali. Peliputan ini dilakukan disaat pembentukan BKM dan disaat tahap persiapan pelepasan pendampingan. Hasil peliputan ini dimuat dalam harian Suara Pembaharuan, Suara Karya, Media Indonesia, Majalah Komite dan Majalah Kiprah.
Konferensi pers yang dimaksudkan sebagai upaya pemberitaan secara objektif, tidak dilaksanakan karena dirasakan kurang efektif dan efisien dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai.
d.             Materi Cetakan
Materi cetakan yang dirancang oleh KMP dimaksudkan sebagai koridor isi materi cetakan dan  contoh alat-alat bantu sosialisasi di tingkat KMW. Melalui materi cetakan ini TA MedKom KMW menyusun dan mengembangkan alat bantu sosialisasi yang sesuai dengan kondisi setempat.
Selain dari materi cetakan berupa “Booklet tentang P2KP” dan “Leaflet Informasi ringkas tentang P2KP”, dan poster “Bersama membangun Kemandirian” yang tersedia diawal proyek, juga telah dirancang materi cetakan berikut:
1)      Perlengkapan Fasilitator  diawal kegiatan sosialisasi.
o   Buku Saku : Acuan Teknis Pelaksanaan Sosialisasi bagi Tim Fasilitator dan “ Petunjuk Teknis Sosialisasi : Rembug Warga dan FGD”.
Kedua buku ini telah dicetak dan disebar luaskan ke KMW.
o   Socialization Kits yang terdiri dari : Tas dan Flipchart “ Pelaksanaan Sosialisasi untuk Fasilitator”.
Bahan ini telah dibagikan kepada setiap KMW.
2)      Materi untuk bahan diskusi/sosialisasi para fasilitator bersama masyarakat dalam proses edukasi dimasa social setting dan organizational setting.
o   Booklet :  “Mengenal P2KP Lebih Lanjut”. Booklet ini telah disebar luaskan ke KMW
o   Selebaran : “  Mari Memahami P2KP Kita”, “Apa Contoh Masalah Warga”, “Tantangan dalam Kerjasama”, “Keberadaan  BKM sebagai Institusi”, “ Kerjasama Masyarakat Kelurahan dalam BKM”. Selebaran ini telah disebar luaskan ke KMW.
o   Poster : “Masalah sebagian warga adalah Masalah Bersama Warga”dan “BKM Wujud Kesetaraan Warga”.
Poster ini telah disebar luaskan ke KMW.
3)      Materi cetakan yang tidak dilanjutkan karena kebijakan dan keputusan  pendanaan adalah sebagai berikut :
o   Booklet : Apa, Bagaimana dan Mengapa BKM; Pendekatan dan hambatan menuju masyarakat warga; Kemandirian dan keberlanjutan BKM, Perencanaan Partisipatif; Evaluasi Mandiri; Kelembagaan Masyarakat sebagai organisasi masyarakat warga; Transparansi dan demokrasi sebagai basis kelembagaan masyarakat; Peran masyarakat warga di era otonomi daerah; BLM dan kemandirian masyarakat; Dana BLM sebagai bagian integral dari Pengembangan Masyarakat; Fungsi BLM dalam pembangunan social trust.
o   Selebaran : Kepercayaan sosial dalam pelaksanaan dana bergulir; Mikro kredit sebagai penggerak akumulasi dana masyarakat; KSM sebagai wadah pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat; KSM sebagai basis masyarakat warga; Hubungan BKM dan KSM; KSM sebagai alat pengawasan berbasis masyarakat; BKM dan KSM debagai alat pemberdayaan;
o   Buku saku : Fungsi, peran dan status KSM ditengah masyarakat.
Oleh karena materi cetakan diatas kurang terpenuhi maka bidang sosialisasi menyebarluaskan Acuan Penyusunan Aturan Kelembagaan Masyarakat dalam P2KP dan Acuan Pembentukan dan Pembinaan KSM. Kedua acuan ini dijadikan bahan sosialisasi dalam masa penguatan dan pendampingan yang disebarluaskan ke KMW melalui E-mail dan hard copy.
Sebagai koridor pelaksanaan sosialisasi masa persiapan pelepasan dampingan maka dilakukan diseminasi Buku III berikut Rancangan Pelepasan Dampingan dan Proses Keberlanjutan P2KP I tahap 2, Acuan-acuan serta Format-format yang diperlukan untuk masa terminasi yang dilakukan secara langsung kepada TA MedKom dan Sub Team Leader KMW. Diseminasi ini melalui pertemuan dimasing-masing Regional.
Sebagai kesimpulan umum dapat disebutkan bahwa pelaksanaan sosialisasi di tingkat nasional tidak dapat terlaksana secara optimal. Kurang optimalnya pencapaian ini diantaranya terkait dengan unsur pendanaan dalam mendukung perencanaan yang tertuang dalam Grand Strategi Operasional Sosialisasi. Pada tatanan implementasi kurang optimalnya capaian sosialisasi khususnya dalam jalur media massa cetak disebabkan oleh terjadinya kekeliruan pandangan dan persepsi yang mendasari rancangan kerjasama dengan media surat kabar.
2.            Pelaksanaan sosialisasi di Tingkat Propinsi/Kabupaten
Hampir sama seperti tingkat nasional, jalur komunikasi sosialisasi pada tingkat propinsi/kabupaten  menggunakan jalur komunikasi interpersonal, jalur kelompok dan jalur media massa.
Perbedaan yang menonjol adalah dipusatkannya perhatian dan penggunaan jalur interpersonal dan kelompok sehingga jalur ini penggunaan jalur ini lebih dominan pada tingkat kabupaten. Penekanan ini merupakan konsekuensi logis dari kebijakan yang menempatkan posisi sosialisasi sebagai alat pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
a.            Jalur Interpersonal
Penggunaan jalur interpersonal seperti yang ditetapkan dalam Grand Strategy Operasional Sosialisasi menjadi komitmen dalam pelaksanaan sosialisasi di tingkat KMW. Dengan penggunaan jalur ini ingin dihindari terjadinya pelaksanaan sosialisasi yang berdasar pada asumsi-asumsi dan pandangan-pandangan yang tidak bersumber dari masyarakat didalam kelurahan sasaran. Pelaksanaan jalur ini sekaligus sebagai konsekuensi dan konsistensi antara kaedah konsep dan pendekatan pengembangan masyarakat dengan terapannya. Dalam proses ini Tim Fasilitator secara langsung melakukan pertemuan tatap muka dengan pihak-pihak yang dianggap kompeten untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk dapat melakukan intervensi sosial secara tepat. Dari sumber-sumber ini Tim Fasilitator menggali informasi tentang kekuatan-kekuatan sosial yang terdapat dalam kelurahan, unsur-unsur penggerak dan motif terjadinya gerakan dalam masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat dalam pelaksanaan proyek sejenis, kebiasaan-kebiasaan masyarakat, dan media komunikasi yang terdapat ditengah masyarakat. Kegiatan ini dikategorikan dalam pemetaan sosial. Dengan langkah ini Tim fasilitator dapat memperoleh gambaran tentang nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat kelurahan, interaksi sosial yang terjadi bahkan potensi yang terdapat didalamnya baik berupa potensi yang menunjang maupun potensi konflik yang dapat timbul melalui cek dan recek informasi.
Melalui jalur interpersonal pula ini Tim Fasilitator sekaligus melakukan pendekatan informal untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan membangun situasi sehingga nilai dan prinsip P2KP tidak dirasakan sebagai “benda asing” dan Tim Fasilitator dapat diterima oleh oleh lingkungan masyarakat secara wajar. Pedoman yang digunakan adalah Acuan Teknis Pelaksanaan sosialisasi dan Petunjuk Pemetaan Sosial bagi Fasilitator yang dikembangkan oleh KMW dalam bentuk simbol, bagan, dan flipchart, serta komik.
Sasaran jalur interpersonal ini adalah pimpinan formal maupun informal. Tolok ukur pemilihannya adalah dengan mengamati pengaruh mereka dalam menggerakkan masyarakat dan pengaruh mereka dalam membentuk perubahan pandangan dan pendapat masyarakat. Oleh sebab itu sasaran ini dapat berupa lurah, ketua RT Ketua RW, Anggota BPD, ustad kelompok pengajian, ketua karang taruna, atau pimpinan kelompok arisan  dan pimpinan kesenian.
Selama masa proyek tidak terdapat adanya informasi atau laporan keluhan atau kecaman yang diterima dari masyarakat terhadap pendekatan ini.
b.            Jalur Kelompok
Jalur kelompok ini dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa kelompok adalah alat efektif dan efisien untuk menyampaikan pesan. Dalam kaitan dengan P2KP, jalur kelompok tidak hanya dipilih karena unsur efektifitas dan efisiensi akan tetapi melalui kelompok juga dikembangkan pengorganisasian masyarakat dalam bentuk kerjasama, pengorganisasian pembelajaran, diskusi serta pembahasan untuk membangun pandangan, sikap, dan tindakan bersama. Melalui jalur kelompok ini dilakukan penanaman nilai-nilai dan pengembangan kegiatan dan inisiatif masyarakat.
Seperti yang telah digariskan jalur kelompok ini dapat menggunakan kelompok masyarakat yang telah ada atau membangun kelompok baru. Dalam pelaksanaannya dari jalur kelompok ini muncul anggota-anggota masyarakat yang yang secara aktif mendukung pelaksanaan P2KP dan terbangunnya kelompok-kelompok kerja dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai siklus proyek.
Hasil yang dicapai dengan jalur kelompok ini antara lain dapatnya informasi dan gagasan P2KP disebarluaskan dengan cara “getok tular”, terpilihnya kader masyarakat melalui rapat-rapat kelompok, teridentifikasinya kelompok-kelompok masyarakat, tersusunnya kepanitiaan atau tim kerja dalam mendukung pelaksanaan siklus proyek, dan terbangunnya BKM dan KSM-KSM.
c.             Jalur Media Massa
1)            Surat Kabar
Seluruh KMW menggunakan surat kabar sebagai media penyampaian informasi tentang P2KP. Surat kabar yang digunakan adalah koran lokal tingkat propinsi atau Radar ditingkat Kabupaten/Kota. Perbedaan yang terjadi adalah tingkat intensitas dan isi informasi pada masing-masing KMW. Pemberitaan di surat kabar pada tingkat KMW rata-rata dilakukan pada setiap siklus pelaksanaan proyek.
Kecuali KMW IV yang memuat artikel, KMW selebihnya menggunakan surat kabar sebagai alat publikasi.
Langkah yang dilakukan oleh KMW dalam pemuatan berita di surat kabar adalah dengan melakukan kerjasama dengan jurnalis lokal, dan terdapat diantaranya yang bekerjasama secara langsung dengan Surat Kabar. Kerjasama ini menghasilkan intensitas pemuatan berita yang cukup tinggi.
2)            Radio
Sesuai dengan komitmen antara KMP dengan KMW maka seluruh KMW menggunakan Radio lokal sebagai alat diseminasi dan sosialisasi P2KP dengan intensitas yang berbeda antara 2 dan sekali seminggu. Siaran ini dilakukan KMW yang bekerjasama dengan radio swasta lokal di tingkat Kabupaten/Kota.
3)            Televisi
Acara Talk Show di televisi dilaksanakan oleh KMW-KMW di RM 2 sebanyak satu kali. Di RM 3, hanya KMW XII yang menggunakan Televisi sebanyak 3 kali tayangan. Sementara di RM 1 tidak menggunakan sosialisasi melalui televisi.
Pilihan penggunaan media televisi ini pada tingkat KMW diukur dari tingkat efektifitas dan kondisi kelompok sasaran. Pertimbangan ini dijadikan dasar bagi KMW untuk memutuskan langkah diseminasi melalui televisi.
4)            Materi cetakan
Materi cetakan dijadikan oleh KMW sebagai alat sosialisasi yang dominan. KMW mengembangkan acuan-acuan dan contoh yang didistribusikan oleh KMP menjadi alat sosialisasi untuk kepentingan dalam pertemuan-pertemuan warga dan penyampaian informasi kepada masyarakat setelah dilakukan penyesuaian dengan kondisi setempat. Dalam pelaksanaannya acuan dan koridor dalam bentuk booklet, poster, selebaran dan acuan-acuan dikembangkan oleh KMW dalam bentuk bagan, gambar dan simbol serta flipchart. Keluhan dari KMW adalah terjadinya keterlambatan koridor yang disampaikan oleh KMP. Keterlambatan ini khususnya terjadi pada kuartal pertama tahun 2003 sehingga beberapa KMW menyusun panduan dan alat sosialisasi atas inisiatif sendiri dalam kuartal ini.     
Beberapa catatan yang dapat dikemukakan dikaitkan dengan fungsi pengendalian dan fasilitasi KMP dalam kegiatan sosialisasi adalah sebagai berikut :
o   Perencanaan yang disusun dalam Grand Strategi operasional Sosialisasi dapat disinkronisasikan yang diwujudkan melalui Rencana Aksi Sosialisasi 6 bulanan KMW
o   Expert Group Meeting dapat terlaksana secara rutin dan hasil-hasil dari pertemuan ini dapat ditindak lanjuti seperti : pelaksanaan pemetaan sosial, pelaporan dwibulanan, konsultasi tentang penyusunan panduan pelaksanaan dan alat sosialisasi KMW.
o   Acuan pelaksanaan sosialisasi, koridor dan ketentuan isi alat bantu sosialisasi dapat dikembangkan oleh KMW sesuai dengan kemampuan pendanaan dan karakteristik lokal.
o   Kekurang sesuaian antara kebutuhan kemampuan pelaksana untuk kegiatan sosialisasi yang bermuatan pemberdayaan dengan keahlian media dan komunikasi mendatangkan hambatan dalam implementasi kegiatan sosialisasi. Hambatan ini tidak dapat diatasi secara optimal melalui langkah terobosan.
o   Pandangan bahwa sosialisasi sebagai pendukung pelaksanaan P2KP mengakibatkan terhambatnya konsolidasi internal dalam pelaksanaan sosialisasi dan tidak terbangunnya ukuran-ukuran kualitatif dalam perubahan institusional.
o   Bila hasil survey KME dijadikan rujukan maka sosialisi dengan pendekatan melalui jalur interpersonal dan kelompok dapat dijadikan rujukan dalam pembangunan yang berbasis masyarakat

2.5      Pengembangan Pelatihan
(1)        Untuk mengoptimalkan pengendalian pelaksanaan pelatihan P2KP, Regional Manager perlu diperkuat dengan tenaga ahli pelatihan, minimal setingkat asisten.
(2)        Untuk menjamin tercapainya efektifitas pelaksanaan pelatihan Tim Inti Pelatih perlu difungsikan dan didayagunakan semaksimal mungkin. Dalam kaitan ini diperlukan inventarisasi ulang anggota Tim Inti Pelatih, untuk kemudian dilengkapi dan dilakukan pembinaan profesionalismenya melalui berbagai forum seperti seminar, lokakarya dsb.
(3)        Komunikasi yang intensif antara Tim Inti Pelatih dengan Tim Faskel sangat diperlukan untuk menyamakan pemahaman anatara rancangan dan koridor dari pusat dengan tuntutan lapangan.
(4)        Penyusunan Modul-modul dan dokumen-dokumen referensi pelatihan dan pendampingan dilaksanakan oleh suatu Tim yang beranggotakan Tenaga Ahli substansi, tenaga ahli pelatihan serta anggota Tim Inti Pelatih sesuai dengan bidang keahliannya.
(5)        Diperlukan modul-modul pelatihan dan dokumen-dokumen referensi utama sebagai pegangan bagi para penyelenggara dan fasilitator pelatihan.
(6)        Diperlukan transformasi pengetahuan dan keterampilan kepada aparat pemda untuk keberlanjutan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai P2KP.

2.6      Pengelolaan Keuangan
Berdasarkan kendala-kendala yang masih terjadi pada kegiatan pelaksanaan P2KP-1     Tahap II, maka beberapa hal sebagai rekomendasi untuk memperbaiki pelaksanaan kegiatan P2KP, khususnya yang terkait dengan fungsi pengelolaan keuangan proyek P2KP, dapat dijelaskan sebagai berikut:
q  Mengusahakan keterlibatan Bank Indonesia secara langsung dan lebih sering dalam kegiatan pelaksanaan P2KP, seperti dalam sosialisasi tingkat Pusat, pembahasan-pembahasan yang terkait dengan aspek pengelolaan keuangan, seperti pembahasan menyangkut disbursement, replenishment maupun penyampaian pelaporan RKBI.
q  KMW harus lebih meningkatkan koordinasi dengan pihak KPKN dan lebih sering melibatkan KPKN dalam kegiatan-kegiatan pelaksanaan P2KP, tidak hanya melibatkan KPKN pada saat proses persiapan pencairan dana BLM saja.
q  Untuk mempercepat penyajian informasi mengenai realisasi penyerapan dana BLM di lapangan, maka selain fasilitas entry data SPM, di level KMW juga perlu diberikan fasilitas entry data SPP (Surat Permintaan Pembayaran) yang sudah diterbitkan oleh PJOK sebelum dimasukkan ke KPKN
2.7      Mikro Kredit
Dari hasil analisis sementara yang telah dilakukan, beberapa rekomendasi yang dapat  berikan sebagai berikut :
(1)             Metodologi pelatihan oleh TA Micro Finance dibeberapa tempat (KMW VIII, KMW I) perlu ditinjau kembali sehingga dapat menggugah/mendorong partisipasi peserta pelatihan. Diharapkan pelatih menjelaskan secara jelas tentang apa akuntansi, manfaatnya serta pemanfaatnya, prinsipnya, prosesnya, istilah-istilah yang masih asing bagi peserta, formulir yang digunakan, manfaatnya, kapan menggunakannya dan bagaimana menggunakannya.
(2)             Alokasi waktu untuk praktek akuntansi paling tidak 10 jam (10 x 60 menit) mengingat sebagian besar UPK awam terhadap sistim akuntansi.
(3)             RUA perlu disederhanakan.
(4)             Faskel perlu dibekali ketrampilan dalam akuntansi mengingat Faskel adalah orang yang terdekat UPK, tempat pertama UPK untuk bertanya apabila mereka mengalami kesulitan.
(5)             Perlu dilakukan monitoring/kunjungan secara rutin oleh TA Micro Finance KMW ke UPK diwilayahnya.
(6)             Perlu dilakukan monitoring secara sampling oleh TA Micro Credit KMP ke UPK.
(7)             Sistim komputerisasi perlu diterapkan namun sebelumnya UPK harus memahami secara benar sistim akuntansi secara manual dan dapat menerapkan secara manual dengan benar juga.

(8)             Praktek monitoring tingkat kesehatan pengelolaan pinjaman bergulir perlu diberikan/dilatihkan kepada Faskel serta UPK paling cepat 2 bulan setelah UPK menyalurkan pinjaman bergulir kepada KSM dan telah terampil menyusun Neraca dan Laporan Laba Rugi.

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
KOTAKU © 2016 | Designed by kotaku, from Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum