Salah satu persoalan yang sampai saat
ini masih menyisakan pertanyaan besar dalam pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah bagaimana mengkompromikan antara keinginan program
pemberdayaan dan keinginan proyek. Keinginan program pemberdayaan yang
menitiberatkan pada pembelajaran untuk kemandirian masyarakat memerlukan proses
dan waktu yang cukup panjang karena menyangkut perubahan mindset atau paradigma masyarakat ditengah kompleksitas persoalan
yang melingkupinya (ekonomi, sosial, kebudayaan, politik dan sebagainya).
Keberdayaan dan kemandirian masyarakat yang diukur secara kualitatif
berdasarkan indikator-indikator tertentu (itupun kalau diukur dengan benar dan
indikatornya juga benar) kadang hanya cocok untuk waktu tertentu disaat
keberdayaan dan kemandirian itu di ukur tapi pada waktu yang lain akan segera
berubah sesuai dengan faktor dominan yang mempengaruhinya, perubahahan yang
terjadi tidak selalu bertransformasi dari tidak berdaya ke berdaya kemudian ke
mandiri tapi bisa juga terjadi sebaliknya. Sementara keinginan proyek
mengharuskan pelaksanaan kegiatan dengan waktu yang relatif singkat karena
terkait tata aturan pelaksanaan anggaran dan ukuran keberhasilannya didasarkan
pada ukuran-ukuran kuantitatif yakni pada besar dana yang berhasil diserap oleh
masyarakat atau berapa besar volume dan kualitas pekerjaan yang diperoleh. Ironisnya
banyak orang (masyarakat/BKM, mungkin juga yaa kalau saya tidak salah
pihak konsultan dan pihak Project) meniai keberhasilan PNPM Mandiri ditentukan
dari aspek keproyekan ini dan status masyarakat/BKM berdaya dan mandiri juga
banyak ditentukan oleh aspek ini yakni sudah berapa banyak/putaran
masyarakat/BKM mengakses dan BLM masyarakt/BKM. Keberdayaan dan kemandirian
masyarakat tidak didasarkan pada realitas yang ada tapi lebih pada asumsi-asumsi
yang mengikuti aspek keproyekan. Dampak dari pemahaman yang salah kaprah ini menurut
saya berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program utamanya fasilitator
dan masyarakat/BKM sangat rajin dan ulet dalam melaksanakan dan menyelesaikan
targe-terget keproyekan, hal ini bisa diihat pada waktu BLM mulai di proses
sampai dimanfaatkan sementara pada aspek program pemberdayaannya bersikap abai
dan cuek. Selanjutnya persoalan diatas berimplikasi luas terhadap semua
pelaksanaan kegiatan di masyarakat termasuk pada pelaksanaan kegiatan
infrastruktur. Dan persoalan tersebut diatas harus segera diselesaikan dan
disadari oleh semua pihak agar pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri bisa sukses sebagaimana
yang diharapkan.
A.
Permasalahan
dan Rekomendasi
1. Penetapan prioritas kegiatan
dan penerima manfaat;
Ø Permasalahan:
a.
Renta PJM Pronangkis yang menjadi
dasar penyusunan BAPPUK disusun tidak berdasarkan kaidah perencanaan yang baik
yakni melalui survey atau pemetaan swadaya sehingga kegiatan yang dilaksanakan
bukanlah kegiatan yang prioritas menjadi kebutuhan masyarakat miskin juga
penerima manfaat kegiatan tidak tepat sasaran yakni warga miskin.
b.
Penetapan kegiatan tidak melaui
rembug warga atau melibatkan masyarakat tapi disusun oleh beberapa orang saja
sehingga kegiatan yang dilaksanakan lebih merupakan kepentingan segelintir
orang saja bukan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
c.
Lokasi atau Kelurahan yang menjadi
sasaran program adalah Kelurahan yang menjadi pusat kota dengan warga miskin
yang relatif sedikit, karena menjadi pusat kota maka juga menjadi sentral
pembangunan dimana semua fasilitas atau sarana lingkungan, ekonomi dan sosial
warga telah tersedia sehingga kegiatan yang dilaksanakan oleh BKM dengan dana
BLM terkesan hanya untuk menghabiskan anggaran.
Ø Rekomendasi:
a.
Pendampingan fasilitator kepada
masyarakat/BKM dalam penetapan prioriatas dan penerima manfaat kegiatan harus
maksimal dan karena prioritas dan penerima manfaat kegiatan itu pijakannya pada
Renta PJM Pronangkis maka proses
penyusunan PJM Pronangkis mulai dari RKM, PS sampai tersusunnya dokumen PJM
Pronangkis masyarakat harus benar-benar didampingi secara maksimal.
b.
Fasilitator harus memastikan bahwa usulan prioritas dan
penerima manfaat itu merupakan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan yang
didasarkan pada rembug warga dan PJM Pronangkis bukan pada keinginan segelitir
orang.
c.
Membangun kesadaran kritis
masyarakat agar tumbuh kemandirian dalam menyelesaikan persoalannya sendiri
utamanya dalam perencanaan program prioritas.
d.
Untuk Kelurahan yang menjadi pusat
kota dan pembangunan yang fasilitas dan sarana lingkungan, ekonomi dan
sosialnya telah tersedia tidak perlu lagi ada alokasi BLM atau harus ada “kebijakan Khusus”.
2. Penyusunan dokumen proposal
kegiatan;
Ø Permasalahan:
a.
KSM yang terbentuk bukan
didasarkan pada kesadaran anggotanya untuk berkelompok dan bersama-sama untuk
melaksanakan suatu kegiatan sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat tapi
lebih karena disuruh oleh BKM untuk membentuk KSM sebagai syarat pencairan dan pelaksanaan kegiatan BLM.
b.
Penyusunan dokumen proposal
kegiatan infrastruktur oleh KSM Lingkungan memakan waktu yang lama akibat dari
kesibukan lain dari para anggota KSM dan kemampuan anggota KSM yang terbatas dalam penyusunan dokumen proposal.
c.
Pengisian format-format proposal yang
asal isi dan tidak lengkap.
d.
Verifikasi dokumen proposal KSM
oleh UPL BKM dan Fasilitator yang tidak benar.
e.
UPL yang diangkat oleh BKM tidak
memiliki dasar ilmu ke teknikan dan sering gonta-ganti UPL.
f.
UPL dan Fasilitator mengambil alih
tugas KSM dalam penyusunan dokumen proposal sehingga tidak tumbuh kemandirian
KSM dalam menyusun dokumen proposal.
Ø Rekomendasi:
a.
Menumbuhkan kesadaran masyarakat
dalam ber KSM.
b.
Melakukan verifikasi faktual
kepada KSM dari aspek keorganisasian secara berjenjang oleh BKM, Fasilitator
dan Askot.
c.
Melakukan verifikasi proposal KSM
secara berjenjang dan dengan benar sehingga format-format yang tidak terisi
atau tidak lengkap bisa diisi atau diengkapi.
d.
Coaching dan OJT KSM oleh UPL dan
Fasilitator dalam penyusunan dokumen proposal.
e.
UPL yang diangkat adalah yang
memiliki dasar ilmu keteknikan sehigga lebih mudah memahami proposal keteknikan
dan UPL yang diangkat adalah yang memiliki komitmen untuk menyelesaikan tugas
UPL dalam waktu yang disepakati.
f.
Semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan poroposal harus fokus pada tugas dan fungsinya masing-masing agar
pembelajaran/pemberdayaan masyarakat bisa berjalan.
3. Merealisasikan swadaya
masyarakat;
Ø Permasaalahan:
a.
Penetapan swadaya masyarakat tidak
ditetapkan melalui rembug masyarakat tapi hanya ditetapkan oleh sebagian orang
dan sebagian yang hadir rapat berasumsi kalau keluarga, tetangga atau temannya
akan berswadaya tanpa dimintai persetujuan atau komitmen swadaya.
b.
Pengorganisasian swadaya
masyarakat yang tidak baik.
Ø Rekomendasi:
a.
Penetapan swadaya masyarakat
hendaknya ditetapkan melalui rembug masyarakat dan yang mau berswadaya harus
dimintai persetujuannya/komitemnnya yang dibuktikan dengan tanda tangan diatas
format daftar swadaya masyarakat.
b.
Pengorganisasian swadaya
masyarakat hendaknya dilakukan dengan baik mulai pengumpulan dan sebagainya.
4. Penyusunan Perencanaan teknis;
Ø Permasalahan:
a.
Survey lokasi yang tidak baik
sehingga perencanaan teknis tidak didasarkan pada data lapangan yang valid.
b.
Kurangnya pengetahuan KSM dan UPL
BKM dalam perencanaan keteknikan.
c.
Rendahnya kapasitas fasilitator
karena minim pengalaman dalam hal perencanaan teknik.
Ø Rekomendasi:
a.
Perencanaan teknis hendaknya
didasarkan pada data lapangan yang valid olenya itu survey lokasi adalah hal
penting dan menjadi syarat perencanaan yang harus dilakukan sebelum membuat
perencanaan teknis.
b.
Dibuat format isian hasil survey
sederhana untuk KSM sebagai dasar perencanaan teknis sehingga perencanaan teknis kegiatan didasarkan pada
hasil survey yang valid dan sebagai media pembelajaran masyarakat/KSM.
c.
Dilaksanakan pelatihan/penguatan
masyarakat/KSM, UPL dan fasilitator secara berkelanjutan.
5. Pengendalian/pengawasan
pelaksanaan konstruksi;
Ø Permasalahan:
a.
Banyaknya kegiatan infrastruktur
yang dilaksanakan dalam waktu bersamaan sehingga menyulitkan UPL/BKM dan
fasilitator untuk melakukan pengendalian/pengawasan.
b.
Kurangnya kesadaran masyarakat
untuk melakukan kontrol atau pengawasan terhadap pelaksanaan konstruksi yang sedang
dikerjakan.
c.
Kurangnya pemahaman masyarakat/KSM,
UPL dan fasilitator tentang bagaimana membuat konstruksi yang baik.
d.
Lemahnya manajemen BKM dalam
melakukan pengendalian pelaksanaan konstruksi.
e.
Adanya KSM yang bekerja hanya
untuk sekedar mencari keuntungan (profit oriented) dan mengabaikan kualitas dan
kuantitas pekerjaan.
Ø Rekomendasi:
a.
Membangun kesadaran masyarakat
akan pentingnya melakukan kontrol atau pengawasan kualitas dan kuntitas pekerjaan.
b.
Hendaknya BKM membuat rencana
kerja pengendalian/pengawasan pelaksanaan konstruksi dengan membagi personil
anggota BKM atau masyarakat untuk melakukan pengawasan pelaksanaan konstruksi
dan waktu pelaksanaan konstruksi untuk masing-masing KSM.
c.
Pelatihan/penguatan fasilitator
tentang bagaimana pelaksanaan konstruksi yang baik dan benar sesuai
kaidah-kaidah keteknikan.
d.
Mempertajam Musyawarah Persiapan
Pelaksanaan Konstruksi (PCM) dengan menjelaskan kepada masyarakat/KSM, UPL dan
BKM tentang bagaimana melaksanakan konstruksi yang baik dan benar.
e.
Membangun kesadaran KSM bahwa
melaksanakan kegiatan konstruksi bukanalah tempat untuk mencari keuntungan
semata tapi lebih karena pengabdian dan kepedulian terhadap lingkungan dan
masyarakatnya khususnya masyarakat miskin.
6. Pelatihan/Penguatan
Fasilitator dan Masyarakat;
Ø Permasalahan:
a.
Sering terjadinya pergantian personil/pelaku
pelaksana program PNPM Mandiri Perkotaan baik fasilitator maupun masyarakat
(UPL, BKM, KSM).
b.
Kurangnya ivent kegiatan pelatihan
yang dilaksanakan secara terstruktur untuk menambah pemahaman atau pengetahua
fasilitator dan masyarakat.
Ø Rekomendasi:
a.
Meminimalisir pergantian
personil/pelaku pelaksana program PNPM Mandiri Perkotaan baik fasilitator
maupun masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang lebih “memihak”.
b.
Memperbanyak ivent kegiatan
pelatihan/penguatan fasilitator dan masyarakat secara terstruktur.
c.
Mendorong manajemen setingkat
Korkot untuk mengefektifkan kegiatan-kegiatan yang dapat memberi penguatan
kepada fasilitator seperti KBIK dan KBK di tingkat masyarakat.
7. Pelaksanaan Operasional dan
Pemanfaatan (O & P) Prasarana;
Ø Permasalahan:
a.
Tidak berjalannya organisasi
O&P di masyarakat.
b.
Tidak adanya rencana kerja yang
jelas di organisasi O&P.
c.
Kurangnya kesadaran masyarkat
tentang pentingnya organisasi O&P.
d.
Kegiatan yang dibangun bukanlah
kebutuhan prioritas dan mendesak bagi masyarakat.
e.
Tidak adanya agenda kerja yang
jelas dari BKM dan tim fasilitator untuk pemantauan dan penguatan organisasi
O&P.
Ø Rekomendasi:
a.
Sebelum kegiatan dibangun
hendaknya organisasi O&P untuk kegiatan tersebut sudah terbentuk dengan
struktur organisasi yang jelas dan rencana kerja yang jelas juga.
b.
Membangun kesadaran masyarakat
utamanya masyarakat pemanfaat kegiatan akan pentingnya organisasi O&P.
c.
Kegiatan yang dibangun adalah
kegiatan yang benar-benar menjadi kebutuhan prioritas dan mendesak bagi
masyarakat.
d.
Ada agenda kerja yang jelas dari
BKM dan tim fasilitator untuk pemantauan dan penguatan organisasi O&P.
0 comments:
Post a Comment