EVALUASI KEGIATAN INFRASTRUKTUR OLEH KONSULTAN EVALUASI

Thursday, 17 November 2016

Salah satu persoalan yang sampai saat ini masih menyisakan pertanyaan besar dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah bagaimana  mengkompromikan antara keinginan program pemberdayaan dan keinginan proyek. Keinginan program pemberdayaan yang menitiberatkan pada pembelajaran untuk kemandirian masyarakat memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang karena menyangkut perubahan mindset atau paradigma masyarakat ditengah kompleksitas persoalan yang melingkupinya (ekonomi, sosial, kebudayaan, politik dan sebagainya). Keberdayaan dan kemandirian masyarakat yang diukur secara kualitatif berdasarkan indikator-indikator tertentu (itupun kalau diukur dengan benar dan indikatornya juga benar) kadang hanya cocok untuk waktu tertentu disaat keberdayaan dan kemandirian itu di ukur tapi pada waktu yang lain akan segera berubah sesuai dengan faktor dominan yang mempengaruhinya, perubahahan yang terjadi tidak selalu bertransformasi dari tidak berdaya ke berdaya kemudian ke mandiri tapi bisa juga terjadi sebaliknya. Sementara keinginan proyek mengharuskan pelaksanaan kegiatan dengan waktu yang relatif singkat karena terkait tata aturan pelaksanaan anggaran dan ukuran keberhasilannya didasarkan pada ukuran-ukuran kuantitatif yakni pada besar dana yang berhasil diserap oleh masyarakat atau berapa besar volume dan kualitas pekerjaan yang diperoleh. Ironisnya banyak orang (masyarakat/BKM, mungkin juga yaa kalau saya tidak salah pihak konsultan dan pihak Project) meniai keberhasilan PNPM Mandiri ditentukan dari aspek keproyekan ini dan status masyarakat/BKM berdaya dan mandiri juga banyak ditentukan oleh aspek ini yakni sudah berapa banyak/putaran masyarakat/BKM mengakses dan BLM masyarakt/BKM. Keberdayaan dan kemandirian masyarakat tidak didasarkan pada realitas yang ada tapi lebih pada asumsi-asumsi yang mengikuti aspek keproyekan. Dampak dari pemahaman yang salah kaprah ini menurut saya berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program utamanya fasilitator dan masyarakat/BKM sangat rajin dan ulet dalam melaksanakan dan menyelesaikan targe-terget keproyekan, hal ini bisa diihat pada waktu BLM mulai di proses sampai dimanfaatkan sementara pada aspek program pemberdayaannya bersikap abai dan cuek. Selanjutnya persoalan diatas berimplikasi luas terhadap semua pelaksanaan kegiatan di masyarakat termasuk pada pelaksanaan kegiatan infrastruktur. Dan persoalan tersebut diatas harus segera diselesaikan dan disadari oleh semua pihak agar pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri bisa sukses sebagaimana yang diharapkan.

A.      Permasalahan dan Rekomendasi
1.       Penetapan prioritas kegiatan dan penerima manfaat;
Ø  Permasalahan:
a.         Renta PJM Pronangkis yang menjadi dasar penyusunan BAPPUK disusun tidak berdasarkan kaidah perencanaan yang baik yakni melalui survey atau pemetaan swadaya sehingga kegiatan yang dilaksanakan bukanlah kegiatan yang prioritas menjadi kebutuhan masyarakat miskin juga penerima manfaat kegiatan tidak tepat sasaran yakni warga miskin.
b.        Penetapan kegiatan tidak melaui rembug warga atau melibatkan masyarakat tapi disusun oleh beberapa orang saja sehingga kegiatan yang dilaksanakan lebih merupakan kepentingan segelintir orang saja bukan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
c.         Lokasi atau Kelurahan yang menjadi sasaran program adalah Kelurahan yang menjadi pusat kota dengan warga miskin yang relatif sedikit, karena menjadi pusat kota maka juga menjadi sentral pembangunan dimana semua fasilitas atau sarana lingkungan, ekonomi dan sosial warga telah tersedia sehingga kegiatan yang dilaksanakan oleh BKM dengan dana BLM terkesan hanya untuk menghabiskan anggaran.

Ø  Rekomendasi:
a.         Pendampingan fasilitator kepada masyarakat/BKM dalam penetapan prioriatas dan penerima manfaat kegiatan harus maksimal dan karena prioritas dan penerima manfaat kegiatan itu pijakannya pada Renta PJM Pronangkis maka  proses penyusunan PJM Pronangkis mulai dari RKM, PS sampai tersusunnya dokumen PJM Pronangkis masyarakat harus benar-benar didampingi secara maksimal.
b.        Fasilitator  harus memastikan bahwa usulan prioritas dan penerima manfaat itu merupakan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan yang didasarkan pada rembug warga dan PJM Pronangkis bukan pada keinginan segelitir orang.
c.         Membangun kesadaran kritis masyarakat agar tumbuh kemandirian dalam menyelesaikan persoalannya sendiri utamanya dalam perencanaan program prioritas.
d.        Untuk Kelurahan yang menjadi pusat kota dan pembangunan yang fasilitas dan sarana lingkungan, ekonomi dan sosialnya telah tersedia tidak perlu lagi ada alokasi BLM atau harus ada “kebijakan Khusus”.  

2.       Penyusunan dokumen proposal kegiatan;
Ø  Permasalahan:
a.         KSM yang terbentuk bukan didasarkan pada kesadaran anggotanya untuk berkelompok dan bersama-sama untuk melaksanakan suatu kegiatan sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat tapi lebih karena disuruh oleh BKM untuk membentuk KSM sebagai syarat pencairan  dan pelaksanaan kegiatan BLM.  
b.        Penyusunan dokumen proposal kegiatan infrastruktur oleh KSM Lingkungan memakan waktu yang lama akibat dari kesibukan lain dari para anggota KSM dan kemampuan anggota KSM  yang terbatas dalam penyusunan dokumen proposal.
c.         Pengisian format-format proposal yang asal isi dan tidak lengkap.
d.        Verifikasi dokumen proposal KSM oleh UPL BKM dan Fasilitator yang tidak benar. 
e.        UPL yang diangkat oleh BKM tidak memiliki dasar ilmu ke teknikan dan sering gonta-ganti UPL.
f.          UPL dan Fasilitator mengambil alih tugas KSM dalam penyusunan dokumen proposal sehingga tidak tumbuh kemandirian KSM dalam menyusun dokumen proposal.

Ø  Rekomendasi:
a.         Menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam ber KSM.
b.        Melakukan verifikasi faktual kepada KSM dari aspek keorganisasian secara berjenjang oleh BKM, Fasilitator dan Askot.
c.         Melakukan verifikasi proposal KSM secara berjenjang dan dengan benar sehingga format-format yang tidak terisi atau tidak lengkap bisa diisi atau diengkapi.
d.        Coaching dan OJT KSM oleh UPL dan Fasilitator dalam penyusunan dokumen proposal.
e.        UPL yang diangkat adalah yang memiliki dasar ilmu keteknikan sehigga lebih mudah memahami proposal keteknikan dan UPL yang diangkat adalah yang memiliki komitmen untuk menyelesaikan tugas UPL dalam waktu yang disepakati.
f.          Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan poroposal harus fokus pada tugas dan fungsinya masing-masing agar pembelajaran/pemberdayaan masyarakat bisa berjalan.

3.       Merealisasikan swadaya masyarakat;
Ø  Permasaalahan:
a.         Penetapan swadaya masyarakat tidak ditetapkan melalui rembug masyarakat tapi hanya ditetapkan oleh sebagian orang dan sebagian yang hadir rapat berasumsi kalau keluarga, tetangga atau temannya akan berswadaya tanpa dimintai persetujuan atau komitmen swadaya.
b.        Pengorganisasian swadaya masyarakat yang tidak baik.

Ø  Rekomendasi:
a.         Penetapan swadaya masyarakat hendaknya ditetapkan melalui rembug masyarakat dan yang mau berswadaya harus dimintai persetujuannya/komitemnnya yang dibuktikan dengan tanda tangan diatas format daftar swadaya masyarakat.
b.        Pengorganisasian swadaya masyarakat hendaknya dilakukan dengan baik mulai pengumpulan dan sebagainya.

4.       Penyusunan Perencanaan teknis;
Ø  Permasalahan:
a.         Survey lokasi yang tidak baik sehingga perencanaan teknis tidak didasarkan pada data lapangan yang valid.
b.        Kurangnya pengetahuan KSM dan UPL BKM dalam perencanaan keteknikan.
c.         Rendahnya kapasitas fasilitator karena minim pengalaman dalam hal perencanaan teknik.

Ø  Rekomendasi:
a.         Perencanaan teknis hendaknya didasarkan pada data lapangan yang valid olenya itu survey lokasi adalah hal penting dan menjadi syarat perencanaan yang harus dilakukan sebelum membuat perencanaan teknis.
b.        Dibuat format isian hasil survey sederhana untuk KSM sebagai dasar perencanaan teknis sehingga  perencanaan teknis kegiatan didasarkan pada hasil survey yang valid dan sebagai media pembelajaran masyarakat/KSM.
c.         Dilaksanakan pelatihan/penguatan masyarakat/KSM, UPL dan fasilitator secara berkelanjutan.

5.       Pengendalian/pengawasan pelaksanaan konstruksi;
Ø  Permasalahan:
a.         Banyaknya kegiatan infrastruktur yang dilaksanakan dalam waktu bersamaan sehingga menyulitkan UPL/BKM dan fasilitator untuk melakukan pengendalian/pengawasan.
b.        Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kontrol atau pengawasan terhadap pelaksanaan konstruksi yang sedang dikerjakan.
c.         Kurangnya pemahaman masyarakat/KSM, UPL dan fasilitator tentang bagaimana membuat konstruksi yang baik.
d.        Lemahnya manajemen BKM dalam melakukan pengendalian pelaksanaan konstruksi.
e.        Adanya KSM yang bekerja hanya untuk sekedar mencari keuntungan (profit oriented) dan mengabaikan kualitas dan kuantitas pekerjaan.

Ø  Rekomendasi:
a.         Membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan kontrol atau pengawasan kualitas dan kuntitas  pekerjaan.
b.        Hendaknya BKM membuat rencana kerja pengendalian/pengawasan pelaksanaan konstruksi dengan membagi personil anggota BKM atau masyarakat untuk melakukan pengawasan pelaksanaan konstruksi dan waktu pelaksanaan konstruksi untuk masing-masing KSM.
c.         Pelatihan/penguatan fasilitator tentang bagaimana pelaksanaan konstruksi yang baik dan benar sesuai kaidah-kaidah keteknikan.
d.        Mempertajam Musyawarah Persiapan Pelaksanaan Konstruksi (PCM) dengan menjelaskan kepada masyarakat/KSM, UPL dan BKM tentang bagaimana melaksanakan konstruksi yang baik dan benar.
e.        Membangun kesadaran KSM bahwa melaksanakan kegiatan konstruksi bukanalah tempat untuk mencari keuntungan semata tapi lebih karena pengabdian dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakatnya khususnya masyarakat miskin.
 
6.       Pelatihan/Penguatan Fasilitator dan Masyarakat;
Ø  Permasalahan:
a.         Sering terjadinya pergantian personil/pelaku pelaksana program PNPM Mandiri Perkotaan baik fasilitator maupun masyarakat (UPL, BKM, KSM).
b.        Kurangnya ivent kegiatan pelatihan yang dilaksanakan secara terstruktur untuk menambah pemahaman atau pengetahua fasilitator dan masyarakat.

Ø  Rekomendasi:
a.         Meminimalisir pergantian personil/pelaku pelaksana program PNPM Mandiri Perkotaan baik fasilitator maupun masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang lebih “memihak”.
b.        Memperbanyak ivent kegiatan pelatihan/penguatan fasilitator dan masyarakat secara terstruktur.
c.         Mendorong manajemen setingkat Korkot untuk mengefektifkan kegiatan-kegiatan yang dapat memberi penguatan kepada fasilitator seperti KBIK dan KBK di tingkat masyarakat.


7.       Pelaksanaan Operasional dan Pemanfaatan (O & P) Prasarana;
Ø  Permasalahan:
a.         Tidak berjalannya organisasi O&P di masyarakat.
b.        Tidak adanya rencana kerja yang jelas di organisasi O&P.
c.         Kurangnya kesadaran masyarkat tentang pentingnya organisasi O&P.
d.        Kegiatan yang dibangun bukanlah kebutuhan prioritas dan mendesak bagi masyarakat.
e.        Tidak adanya agenda kerja yang jelas dari BKM dan tim fasilitator untuk pemantauan dan penguatan organisasi O&P.

Ø  Rekomendasi:
a.         Sebelum kegiatan dibangun hendaknya organisasi O&P untuk kegiatan tersebut sudah terbentuk dengan struktur organisasi yang jelas dan rencana kerja yang jelas juga.
b.        Membangun kesadaran masyarakat utamanya masyarakat pemanfaat kegiatan akan pentingnya organisasi  O&P.
c.         Kegiatan yang dibangun adalah kegiatan yang benar-benar menjadi kebutuhan prioritas dan mendesak bagi masyarakat.

d.        Ada agenda kerja yang jelas dari BKM dan tim fasilitator untuk pemantauan dan penguatan organisasi O&P.

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
KOTAKU © 2016 | Designed by kotaku, from Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum