PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

Saturday, 5 November 2016

Landasan Kebijakan   
Dokumen Penilaian Proyek (PAD) Bank Dunia menggariskan bahwa seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan kelembagaan masyarakat/komunitas diberikan/diserahkan mekanismenya melalui  Forum kelurahan (KF). Forum tersebut diharapkan dapat memobilisasi seluruh keahlian dan kelembagaan lokal yang ada, baik dari sektor swasta maupun sektor informal, untuk membantu menggerakkan kegiatan melalui proses penetapan prioritas dan pengambilan keputusan.
Pedoman Umum Pelaksanaan P2KP menyebutkan bahwa salah satu diantara tujuan yang ingin dicapai P2KP seperti yang tercantum dalam Bab II sub-bab 2.1. butir-c  adalah “terciptanya organisasi masyarakat warga yang memiliki pola kepemimpinan kolektif yang representatif, akseptabel, inklusif, tanggap dan akuntabel yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan dan memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik”.
Pengertian tentang Organisasi Masyarakat Warga menurut Pedoman Umum ( Bab III sub-bab 2 Ketentuan Umum butir-b) adalah : “organisasi warga yang diprakarsai dan dikelola secara mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau memperjuangkan kepentingan bersama dengan tetap menghargai hak orang lain untuk berbuat yang sama. Sifat organisasi masyarakat warga adalah terbuka (inklusif), mengakar, demokratis dengan tetap mempertahankan sifat independen dan otonom terhadap institusi pemerintah, politik, militer, keluarga, agama dan usaha”. Adapun yang membentuk organisasi masyarakat warga adalah warga yang sadar seperti tercantum dalam pernyataan berikut : “warga yang sadar akan potensi dan persoalan yang masih harus diselesaikan tersebut harus mampu membentuk organisasi masyarakat warga (civil society organization).
Lebih lanjut Pedoman Umum menyimpulkan dengan menyatakan “dengan demikian organisasi masyarakat warga yang ingin dibangun dalam P2KP adalah organisasi yang berdasarkan pada ciri-ciri sukarela, kesetaraan, kemitraan, demokrasi, kemandirian, otonomi, proaktif, semangat saling membantu, menghargai keragaman dan kedamaian. Mengutip Pedoman Umum “organisasi masyarakat warga ini, dilegalisasi secara hukum sebagai asosiasi/perhimpunan warga. Untuk memimpin organisasi masyarakat warga ini, dipilih pimpinan kolektif yang terdiri dari pribadi-pribadi yang dipercaya warga berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili warga dalam berbagai kepentingan. Pimpinan kolektif warga ini kemudian secara  jenerik disebut  BKM.  Tidak satupun anggota BKM yang memiliki hak istimewa (privaillage) dan semua hasil keputusan BKM dilaksanakan secara kolektif, melalui mekanisme Rapat Anggota BKM”.
Masyarakat di kelurahan sasaran dapat membangun Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), maupun memampukan lembaga-lembaga yang telah ada melalui peningkatan peran-perannya, selama lembaga tersebut sebagai bagian integral dari masyarakat warga  juga telah memenuhi kriteria, ciri dan sifat organisasi masyarakat yang dimaksud dalam P2KP. Kemudian pengertian masyarakat menurut P2KP tercantum dalam sub-bab 2       butir-a, yang menyatakan  pengertian masyarakat dalam P2KP adalah seluruh warga peserta P2KP  baik yang kaya maupun miskin, kaum minoritas, pendatang dan penduduk asli setempat-yang setelah melalui proses pemberdayaan dapat menyadari dan memahami kondisi kelurahan mereka serta persoalan kemiskinan yang masih dihadapi dan sepakat perlunya mengorganisasi diri untuk menanggulangi persoalan kemiskinan tersebut secara sistematik”

Dalam pada itu Pedoman Teknis sub-bab 2.3.4. tentang Pengorganisasian Masyarakat melalui Pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam Ketentuan Dasar butir-b di alinea kedua dan ketiga menyatakan bahwa “BKM merupakan Organisasi masyarakat/Institusi lokal yang dibentuk, dikelola, dan diperuntukkan bagi pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Sehingga hakekat BKM lebih menampakkan wujud sebagai paguyuban atau perkumpulan seluruh warga masyarakat setempat. Dengan demikian, istilah BKM tidak ditafsirkan sebagai bentuk atau struktur lembaga baru tertentu, tetapi lebih dimaksudkan sebagai peran serta fungsi kemandirian dan keswadayaan maupun karakteristik dan sifat dari organisasi masyarakat warga ditingkat kelurahan.

 

3.2   Analisis Strategi Pengembangan Kelembagaan  
Dengan mengutip ketentuan dalam Project Appraisal Document dapat ditarik satu penafsiran bahwa pada tingkat kelurahan diperlukan adanya Forum Kelurahan. Forum kelurahan ini berperan untuk mengelola kelembagaan dan komunitas.
Tujuan adanya forum ini adalah untuk memobilisasi potensi lokal baik keahlian yang ada, lembaga lokal yang ada agar kegiatan-kegiatan dapat digerakkan, agar prioritas dapat ditetapkan dan agar keputusan-keputusan yang diperlukan dapat dibuat melalui proses mobilisasi tersebut.
Pedoman umum menyebutkan perlunya Organisasi Masyarakat Warga (civil soceity organization) adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan dan untuk memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik. Ketentuan yang ditetapkan dalam PAD dengan Pedoman Umum nampaknya kurang konsisten. PAD menyebut Forum Kelurahan, mengelola kelembagaan dan komunitas, dan pembuatan keputusan, sementara itu Pedoman umum menggunakan istilah Organisasi Masyarakat Warga, dan istilah memberikan pelayanan dan memperkuat suara masyarakat miskin, dan pengambilan keputusan tentang kebijakan publik.
Lebih lanjut pedoman umum tidak secara eksplisit menyatakan bahwa Organisasi Masyarakat Warga adalah BKM. Menurut Pedoman Umum  BKM adalah Pimpinan Kolektif Warga. Berkaitan dengan itu Petunjuk Teknis Pelaksana BKM menyebutkan bahwa BKM adalah istilah untuk suatu institusi/lembaga masyarakat dengan kedudukan sebagai pimpinan kolektif dari suatu organisasi masyarakat warga di tingkat kelurahan. Dari sumber ini pula disebutkan bahwa BKM adalah lembaga pimpinan kolektif dari suatu organisasi masyarakat warga yang berbentuk paguyuban atau himpunan dan dalam Ketentuan dasar disebutkan bahwa BKM adalah Organisasi Masyarakat/Institusi Lokal.
Pengertian tentang BKM, status dan fungsi BKM menjadi bias karena pengertian tentang Pimpinan Kolektif Warga, institusi/lembaga masyarakat dengan kedudukan sebagai pimpinan kolektif, dapat memiliki tafsiran pengertian yang berbeda. Demikian pula halnya dengan istilah organisasi masyarakat, institusi/lembaga masyarakat, paguyuban dan institusi lokal. 
Pernyataan-pernyataan dan istilah-istilah yang disebut diatas mengandung latar belakang yang terkait dengan aspek teoritis dan konsepsi sehingga pengertian dan istilah yang digunakan patut diklarifikasi lebih lanjut. Pada tatanan implementasi, pemahaman dan pengertian terhadap pernyataan dan istilah-istilah yang digunakan mendatangkan tafsiran yang berbeda pula. Klarifikasi atau penjernihan terhadap hal prinsipil dan esensial ini tidak pernah dilakukan secara formal dan terbuka. Hal ini terjadi karena dibalik pengertian dan istilah yang digunakan terkandung konsep dan pemikiran serta dasar-dasar teoritis.
KMP dalam perannya sebagai pengendali dan pengawas pelaksanaan proyek telah menyusun Aturan Penyusunan Kelembagaan Masyarakat yang menyangkut  pembentukan, prinsip, visi dan missi BKM. Kendati tidak terdapat keputusan formal yang mendukung atau mensyahkan aturan ini namun acuan/aturan ini dijadikan  koridor dalam pembentukan BKM dan penyempurnaan proses pembentukan BKM yang tidak sesuai dengan koridor yang ditetapkan.
Beberapa indikasi implikasi yang dapat dicatat dalam kaitan pengembangan kelembagaan ini adalah sebagai berikut :
·         Terjadinya pergeseran dan perkembangan konsep kelembagaan dari yang tercantum dalam PAD dengan yang tercantum dalam Pedoman Umum, Pedoman Teknis dan Buku Petunjuk Teknis Pelaksana BKM. Kronologis dari perubahan-perubahan dan penjelasan esensi perubahan tidak memiliki dokumen yang dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan dalam implementasi.
·         Konsepsi  yang dikembangkan dari ketentuan PAD seperti tertuang dalam Pedoman Umum dan Teknis mengandung konsepsi dan pemahaman-pemahaman baru dan masih mendatangkan bias  yang membutuhkan klarifikasi dan penjelasan lanjut atau penyempurnaan lanjut. Baik klarifikasi maupun penyempurnaan lanjut  tidak dilakukan sehingga pada tatanan implementasi terjadi multi persepsi dan multi tafsiran tentang kelembagaan dan pengembangan kelembagaan. 
·         Terkait dengan butir diatas pelaku pengembangan kelembagaan di tingkat KMW melaksanakan pengembangan kelembagaan menurut tafsiran masing-masing dan menyusun pedoman pelaksanaan yang berbeda untuk substansi yang sama.
·         Adanya perbedaan tafsiran dan kurangnya penegasan dan penjelasan lanjut bersamaan dengan kurang terpadunya pengarahan karena multi penafsiran terhadap konsep pengembangan kelembagaan berdampak pada tertundanya pembentukan BKM.

·         Koridor Aturan Kelembagaan Masyarakat yang disusun oleh KMP dapat secara efektif digunakan oleh KMW sebagai acuan pembentukan dan koreksi kekeliruan proses pengembangan kelembagaan masyarakat.

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

 
KOTAKU © 2016 | Designed by kotaku, from Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum